Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N. Mandey mengaku telah berulang kali melakukan audiensi dengan pihak-pihak terkait termasuk mengikuti Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi VI DPR. Aprindo juga sudah mengirimkan surat ke Kantor Staf Presiden (KSP), tetapi tidak membuahkan hasil juga.
“Opsi penyetopan [penjualan] minyak goreng ini akan dilakukan dalam waktu dekat agar semuanya sadar bahwa ada masalah yang tidak kunjung selesai hingga lebih dari satu tahun,” kata Roy, Kamis (13/4/2023).
Saat ini, Roy masih berkoordinasi dengan 31 peritel modern yang menjalankan lebih dari 30.000 gerai di seluruh Indonesia sebelum mengeksekusi rencana penyetopan tersebut.
Dia menjelaskan besaran utang pemerintah tersebut dihitung berdasarkan rerata selisih harga keekonomian minyak goreng senilai Rp17.260/liter dengan harga jual yang ditetapkan oleh pemerintah secara sepihak senilai Rp14.000/liter.
Kementerian Perdagangan menerbitkan kebijakan minyak goreng satu harga yang berlaku pada 19—31 Januari 2022 sebagai upaya mengatasi lonjakan harga kebutuhan pokok berbahan baku minyak kelapa sawit tersebut. Kebijakan tersebut berlaku untuk seluruh jenis minyak goreng tanpa terkecuali.
Dasar hukum dari kebijakan tersebut adalah Peraturan Menteri Perdagangan No. 3/2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Aturan itu kemudian tidak berlaku setelah diterbitkannya Permendag No. 6/2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit.
Menurut Roy, tidak berlakunya Permendag No. 3/2022 dijadikan alasan oleh pemerintah untuk lari dari tanggung jawabnya. Mengacu pada beleid tersebut, pelaku usaha ritel modern seharusnya menerima pembayaran selisih harga minyak goreng dari pemerintah paling lambat 17 hari setelah proses verifikasi selesai.
Perwakilan Kementerian Perdagangan tidak merespons permintaan tanggapan dari Bloomberg Technoz perihal isu tersebut, hingga berita ini diturunkan.
Namun, saat ini otoritas perdagangan tetngah fokus meninjau kembali kebijakan ekspor miyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan produk turunannya untuk memastikan kecukupan pasok bahan baku bagi industri minyak goreng, selepas Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) atau periode puncak konsumsi domestik.
Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim mengatakan, saat ini strategi domestic market obligation (DMO) merupakan kebijakan yang paling tepat agar masyarakat mendapatkan minyak goreng dengan harga terjangkau, khususnya masyarakat menengah ke bawah.
“[Berkat kebijakan DMO], minyak premium juga tersedia dengan cukup sehingga semua masyarakat dapat membeli sesuai dengan segmentasi dan preferensi masing-masing,” kata dia kepada Bloomberg Technoz, Kamis (13/4/2023).
Isy menegaskan, DMO yang berlaku saat ini –dengan target penyaluran minyak goreng rakyat sebanyak 450 ribu ton per bulan– semata ditujukan dalam rangka menghadapi potensi lonjakan konsumsi saat Ramadan dan Lebaran 2023.
“Setelah Lebaran, pasti akan dilakukan evaluasi apakah [kewajiban pasok domestik] turun atau tetap angkanya,” ujar Isy.
Dalam memutuskan rasio baru, pemerintah akan memperhitungkan realisasi penyerapan dalam negeri, ketersediaan minyak goreng di pasar lokal, serta realisasi pemenuhan kuota ekspor oleh produsen minyak sawit.
(wdh/frg)