Bloomberg Technoz, Jakarta – Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyatakan sikap Indonesia untuk tidak akan melakukan transisi menuju penggunaan energi bersih secara agresif, tetapi bertahap, guna memastikan keterjangkauan sumber energi bagi rakyat.
Dalam Pidato Kenegaraannya di Sidang Tahunan MPR 2024, yang sekaligus menjadi sidang tahunan terakhir Jokowi sebagai Kepala Negara, dia menegaskan bahwa saat ini dunia mulai mengarahkan masa depannya ke ekonomi hijau.
“Indonesia juga tidak ingin kehilangan momentum karena Indonesia memiliki potensi besar di sektor energi hijau, yaitu sekitar lebih dari 3.600 GW, baik dari energi air, angin, matahari, panas bumi, gelombang laut, dan bio energi,” ujarnya, Jumat (16/8/2024).
Dia menegaskan Indonesia akan konsisten mengikuti perkembangan global terkait dengan transisi energi, tetapi dengan cara yang lebih saksama.
“Kita terus konsisten mengambil bagian dalam langkah dunia melakukan transisi energi secara hati-hati dan bertahap. Transisi energi yang ingin kita wujudkan adalah transisi energi yang berkeadilan, yang terjangkau dan mudah diakses oleh masyarakat,” tegasnya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto sebelumnya mengeklaim upaya transisi energi membuka peluang investasi senilai US$3,5 triliun bagi Indonesia.
Dia menjelaskan Pemerintah Indonesia terus mendorong upaya transisi energi dalam rangka pencapaian nationally determined contribution (NDC). Indonesia berkomitmen meningkatkan target penurunan emisi dari 29% menjadi 31,89% tanpa syarat, atau tanpa bantuan internasional.
"Sementara untuk komitmen dengan melibatkan bantuan internasional, meningkat dari 41% pada NDC pertama menjadi 43,20%. Lebih luas, upaya transisi energi membuka peluang investasi senilai US$ 3,5 triliun bagi Indonesia," kata Airlangga dalam wawancaranya dengan Bloomberg TV di sela kunjungan kerja ke London, Inggris, awal Mei.
Menjawab persoalan dan peluang di sektor perubahan iklim, Airlangga menyampaikan investasi pada kendaraan listrik dan energi terbarukan menjadi makin penting.
Pemerintah mendorong pengembangan teknologi ini untuk mengurangi polusi dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Hal ini didukung dengan posisi Indonesia yang memiliki cadangan nikel-sebagau bahan utama baterai EV-terbesar di dunia.
Posisi geografis yang strategis juga mendukung daya tarik Indonesia untuk menjadi basis produksi EV di Asia, selain China.
Dalam kesempatan tersebut, Bloomberg New Energy Finance (Bloomberg NEF) menilai Indonesia mampu meningkatkan daya tariknya untuk menarik investasi pada ekosistem rantai pasok baterai listrik.
Saat ini, Indonesia berada dalam peringkat 22 dari 30 negara yang dinilai dalam Bloomberg NEF’s Annual Global Lithium-Ion Battery Supply Chain.
(wdh)