Sumber perselisihan ini adalah kontrak dagang yang ditandatangani oleh Kesultanan Sulu, yang menguasai wilayah kepulauan di sepanjang Laut Sulu, dengan dua pedagang Eropa yang kemudian mendirikan perusahaan bernama British North Borneo Company.
Perdebatan yang muncul kini apakah sultan Sulu mengkontrakkan atau menyerahkan wilayah Sabah. Negara Bagian ini berada di bawah kekuasaan Inggris saat Perang Dunia II dan warganya memilih untuk bergabung dengan Malaysia ketika merdeka pada 1963. Sementara, tidak lama sebelum ini kesultanan Sulu menyerahkan kedaulatan mereka ke Filipina.
Pemerintah Malaysia sepakat untuk terus membayar iuran tahunan sebesar US$ 1.200 kepada keturunan keluarga sultan ini .
Awal 2013, pesawat tempur Malaysia menyerang Sabah dan mengirim tentara setelah satu kelompok bersenjata Filipina melakukan invasi dalam upaya merebut kembali wilayah itu.
Kelompok ini adalah pengikut Sultan Jamalul Kiram III yang secara sepihak menyatakan diri sebagai sultan Sulu. Puluhan orang tewas dalam bentrokan itu dan pembayaran iuran tahunan itu pun dihentikan.
Kiram III, yang meninggal tahun itu juga, adalah keturunan tidak langsung dari sultan sebelumnya Jamalul Kiram II yang meninggal tahun 1936 tanpa ada keturunan langsung.
2. Alasan Filipina Terlibat
Negara tetangga Malaysia ini mempertahankan klaim lama bahwa Sabah adalah bagian dari wilayah Kesultanan Sulu yang sebagian besar kini berada di bawah kedaulatan Filipina.
Namun, para presiden Filipina selalu membuat klaim baru terkait wilayah Sabah tidak muncul ke permukaan demi mempertahankan hubungan baik dengan Malaysia.
Sultan Mahakuta Kiram adalah sultan terakhir yang secara resmi diakui oleh pemerintah Filipina pimpinan Ferdinand Marcos. Masa kesultanan ini berakhir ketika dia meninggal pada 1986, bersamaan dengan pelengseran Marcos.
Filipina tidak pernah mengakui sultan lain setelah itu, namun isu Sabah terus menghantui.
Pada 2020, isu ini kembali menyebabkan perselisihan diplomatik ketika pejabat-pejabat tinggi kedua negara saling berdebat di Twitter.
3. Alasan Sabah Penting
Selain populer sebagai daerah tujuan wisata dengan pantai yang indah dan lokasi selam, wilayah hutan tropis seluas 1.400 kilometer ini menyumbang lebih dari seperempat pasok minyak kelapa sawit mentah dan menarik investasi di sektor migas dari perusahaan seperti Shell dan ConocoPhillips.
Sabah juga menjadi negara bagian yang memproduksi minyak kelapa sawit terbesar dan Malaysia sendiri adalah penanam kelapa sawit terbesar kedua di dunia.
4. Perselisihan Berujung di Eropa
Beberapa tahun setelah Malaysia menghentikan iuran tahunan, sejumlah orang yang mengaku keturunan Sulu menyewa pengacara untuk mengambil langkah hukum dengan dasar kontrak dagang yang asli.
Para penuntut ini dibiayai oleh dana litigasi global bernama Therium Capital Management Ltd.
Setelah kalah di Inggris Raya dan Spanyol, mereka akhirnya membawa kasus ini ke pengadilan arbitrase Paris.
Pengadilan ini tahun lalu memerintahkan Malaysia membayar uang sebesar US$14 miliar kepada keturunan sultan Sulu sebagai uang ganti rugi dan kompensasi meski isu kedaulatan tidak disentuh.
Malaysia kemudian mendapat perintah Pengadilan Banding Paris agar hukuman itu tidak diterapkan.
Pihak penuntut melakukan banding atas keputusan ini tetapi pada Maret lalu ditolak.
Sebelum pengadilan banding ini, sejumlah juru sita mendatangi kedutaan besar Malaysia dan tempat tinggal staf kedutaan di Paris untuk mendapatkan rincian properti itu.
Juru sita yang beraksi berdasarkan pemintaan warga Sulu yang melakukan tuntutan hukum pun diusir. Dan Kantor Sekretariat Khusus Sulu pemerintah Malaysia berencana membawa keturunan Sulu ini ke pengadilan.
Sementara itu, perusahaan migas pemerintah Malaysia Petroliam Nasional Bhd, atau Petronas, mengatakan telah menerima perintah pembekuan dua unitnya di Luxembourg. Ini adalah upaya para penuntut hukum untuk menerapkan keputusan pengadilan arbitrari. Petronas mengatakan langkah itu "tidak berdasar" dan bertekad membela diri secara hukum.
5. Strategi Sekarang
Pemerintah baru Malaysia pimpinan Perdana Menteri Anwar Ibrahim berencana "bersikap aktif" melawan kelompok Sulu ini. Ini adalah perubahan kebijakan sebelumnya yang disebut "mematikan api."
Langkah pertama yang diambil adalah memasukan salah satu orang Sulu yang ikut melakukan tuntutan hukum, Muhamamd Fuad Abdullah Kiram, ke dalam daftar teroris sesuai dengan hukum anti pencucian uang dan terorisme Malaysia.
Kiram adalah satu dari delapan warga Sulu yang mengaku keturunan sultan Sulu dan mengambil langkah hukum ini.
Pengacara kelompok ini menggambarkan langkah Malaysia tersebut sebagai upaya "menekan pengadilan luar negeri," dan menambahkan bahwa kliennya "bukan teroris."
Malaysia juga menyetujui menyewa perusahaan hubungan masyarakat (PR) Inggris dan mengirim menteri dalam negeri ke Belanda, Perancis, Spanyol dan Luxembourg yang terlibat dalam proses arbitrasi ini.
Sementara itu, Anwar Ibrahim dan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. sepakat untuk melakukan perundingan mendalam terkait isu ini.
(bbn)