Logo Bloomberg Technoz

Tak Semulus Tahun Lalu

“Secara umum, perdagangan internasional tahun ini tidak akan semulus tahun lalu,” ujar Tirta Citradi, Ekonom MNC Sekuritas.

Dari sisi ekspor, lanjut Tirta, harga komoditas yang tinggi tahun lalu membuat basis pertumbuhannya jadi lebih tinggi (high-base effect). Oleh karena itu, ekspor memang konsisten mengalami perlambatan sejak akhir kuartal III-2022.

Reopening China di satu sisi menjadi katalis positif untuk perdagangan internasional. Namun masalah likuiditas bank-bank di Amerika Serikat (AS) dan risiko contagion-nya menjadi ancaman untuk aliran modal dan barang,” tambah Tirta.

Sementara di sisi impor, Tirta menilai dunia usaha masih konservatif sehingga belanja bahan baku dan barang modal menurun. “Penurunan impor, terutama bahan baku dan barang modal, kemudian berakibat pada kinerja ekspor,” tuturnya.

Faisal Rachman, Ekonom Bank Mandiri, menyebut kinerja ekspor memang sangat rentan karena pengaruh harga komoditas. Maklum, sebagian besar ekspor Indonesia adalah komoditas, utamanya batu bara dan minyak sawit mentah (CPO).

“Ditambah lagi ada faktor permintaan global, yang dipengaruhi oleh tingginya inflasi dan kenaikan suku bunga yang belum berhenti,” demikian Faisal.

Transaksi Berjalan Akan Kembali Defisit

Sedangkan impor, menurut Faisal, kemungkinan akan tumbuh positif dalam bulan-bulan ke depan. Sebab, permintaan domestik diperkirakan meningkat pada semester II-2023.

Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia akan sulit untuk terus bertahan surplus. Ini kemudian akan mempengaruhi transaksi berjalan alias current account.

Bank Mandiri memperkirakan transaksi berjalan Indonesia akan mengalami defisit 1,1% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2023. Memburuk dibandingkan 2022 yang surplus 1% PDB.

“Namun defisit itu masih terkendali dan mampu mendukung ketahanan eksternal Indonesia,” kata Faisal.

(aji)

No more pages