Bank Indonesia dalam pernyataannya hari ini menilai, kendati ada kenaikan ULN pada Juli, struktur utang luar negeri RI masih tetap sehat. Selain tecermin dari debt to GDP ratio yang masih di bawah batas legal, ULN juga didominasi oleh utang jangka panjang. "ULN jangka panjang memiliki pangsa mencapai 85,7% dari total utang luar negeri," kata Erwin Haryono, Asisten Gubernur Bank Indonesia.
Posisi external debt atau utang luar negeri RI naik 3% year-on-year pada Juni yaitu mencapai US$408,62 triliun. Setahun sebelumnya posisi ULN baru sebesar US$397,68 triliun.
Penyumbang kenaikan posisi ULN terbesar adalah Bank Indonesia dengan kenaikan mencapai 127% year-on-year. Sementara ULN pemerintah stagnan. Sedangkan ULN sektor swasta mencatat kenaikan tipis terutama dicatat oleh kelompok swasta bukan lembaga keuangan atau bank.
ULN Manufaktur Melonjak
Di tengah kenaikan posisi utang luar negeri RI pada Juli, sektor manufaktur atau industri pengolahan mencatat lonjakan nilai ULN melampaui sektor industri lainnya.
Lonjakan ULN sektor manufaktur itu terjadi kala kondisi terakhir industri mengalami kontraksi pertumbuhan yang pertama kali terjadi sejak krisis ekonomi karena pandemi pada 2021 silam.
Sektor industri pengolahan alias manufaktur mencatat lonjakan posisi ULN hingga 19,7% year-on-year yaitu menjadi US$48,63 miliar. Proporsi ULN sektor manufaktur juga menjadi yang terbesar mencapai 24,7% dari total nilai external debt sektor swasta yang mencapai US$196,52 miliar pada Juni 2024.
Sektor manufaktur di Indonesia saat ini tengah berada di titik keterpurukan terindikasi dari angka PMI (Purchasing Manager's Index) manufacturing pada Juli yang berada di zona kontraksi, pertama kali sejak 2021 silam.
Kemerosotan industri manufaktur yang sebenarnya telah berlangsung jauh sebelum pandemi meletus, salah satunya telah berdampak pada stagnasi perekonomian domestik di mana Indonesia seolah terjebak di angka pertumbuhan 5%. Bahkan dalam 10 tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan ekonomi RI tak sampai 5% per tahun.
Para ekonom sudah lama memberi peringatan terhadap gejala terjadinya deindustrialisasi prematur yang dialami Indonesia. Selain kontribusi terhadap PDB yang makin menciut, proporsi tenaga kerja di sektor manufaktur terhadap seluruh tenaga kerja relatif meningkat, mengindikasikan penurunan produktivitas manufaktur. Itu karena porsi tenaga kerja yang semakin banyak malah menghasilkan porsi produksi yang lebih rendah.
(rui/aji)