Hal ini telah menimbulkan sejumlah spekulasi bahwa Kim telah mengubah sikapnya yang penuh amarah menjadi bersiap untuk bertempur.
Namun Yoon menegaskan kembali bahwa dia bisa menawarkan imbalan atas tindakan untuk membatalkan ambisi atom Kim, dengan mengatakan "kami akan memulai kerja sama politik dan ekonomi begitu Korea Utara mengambil satu langkah menuju denuklirisasi."
Dia juga mengusulkan pembentukan Kelompok Kerja Antar-Korea yang bisa menangani isu-isu mulai dari meredakan ketegangan hingga kerja sama ekonomi.
Kim bulan ini meningkatkan ketegangan dengan memamerkan ratusan peluncur rudal bergerak baru yang siap dikerahkan di perbatasan, yang dapat melakukan serangan konvensional atau nuklir ke Korea Selatan dan pangkalan AS di negara tersebut.
Korea Utara belum menunjukkan tanda-tanda siap untuk berunding. Kim telah memperkuat posisinya dengan menyediakan amunisi kepada Rusia sebagai imbalan atas bantuan untuk menopang ekonominya, kata AS dan Korea Selatan.
Rezim Kim bulan ini menolak tawaran bantuan kemanusiaan dari Seoul setelah Korea Utara dilanda banjir besar sejak akhir Juli, dengan mengatakan musuh tetaplah musuh.
"Meskipun rezim Korea Utara kembali menolak tawaran kami, kami tidak akan pernah berhenti memberikan bantuan kemanusiaan," kata Yoon.
Menyatukan kedua Korea, baik melalui runtuhnya rezim Kim atau rekonsiliasi damai, membutuhkan biaya besar serta peluang bagi Korea Selatan.
Populasinya yang berjumlah 52 juta orang, yang menua dan berkurang, dapat terdongkrak dengan menyerap 26 juta orang dari Korea Utara. Hal ini akan memungkinkan perusahaan Korea Selatan untuk mendapatkan keuntungan dari pekerja dengan biaya rendah dan membuka jalan baru untuk perdagangan, menurut analisis Bloomberg Economics.
Namun, kantor anggaran untuk parlemen Korea Selatan mengatakan dalam sebuah laporan tahun 2015 bahwa Seoul perlu mengeluarkan 4,8 kuadriliun won selama 50 tahun untuk meningkatkan tingkat pendapatan Korea Utara hingga 66% dari rata-rata pendapatan Korea Selatan.
Peringatan 15 Agustus untuk berakhirnya penjajahan Jepang setelah Jepang menyerah pada Perang Dunia II adalah salah satu dari sedikit hari yang diperingati di Korea Utara dan Selatan. Keduanya telah mengkritik politisi Jepang terkemuka yang pada hari itu mengunjungi Kuil Yasukuni di Tokyo, di mana 14 penjahat perang Kelas-A dihormati bersama dengan korban perang lainnya.
Tiga anggota kabinet Perdana Menteri Fumio Kishida — Menteri Keamanan Ekonomi Sanae Takaichi, Menteri Pertahanan Minoru Kihara, dan Menteri Revitalisasi Ekonomi Yoshitaka Shindo — mengunjungi Yasukuni pada Kamis (15/08/2024), lapor Kyodo News.
Kuil tersebut dianggap oleh banyak orang di seluruh Asia sebagai simbol militerisme masa lalu Jepang. Korea Selatan menyatakan kekecewaannya atas kunjungan pejabat tersebut, kata Kementerian Luar Negeri dalam sebuah pernyataan.
(bbn)