Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta PT Pertamina (Persero) diproyeksikan menggelontorkan belanja modal atau capital expenditure senilai US$8,5 miliar (atau setara Rp133,2 triliun asumsi kurs saat ini) pada 2024.

Adapun, taksiran capex tersebut meningkat 37,1% secara tahunan atau year on year (yoy) dibandingkan dengan realisasi US$6,2 miliar pada 2023.

Para periset BMI —lembaga riset Fitch Solutions, bagian dari Fitch Ratings — mengatakan Pertamina menaikkan gelontoran modal pada tahun ini untuk mendukung investasi, terutama di sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) alih-alih antara dan hilir.

“Keberhasilan eksplorasi Indonesia di wilayah lepas pantai telah memperkuat prospek kami untuk kebutuhan capex bagi proyek gas alam greenfield,” tulis BMI dalam laporan terbaru, dikutip Kamis (15/8/2024). 

Dok: Pertamina

Pada Oktober 2023, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengumumkan dua penemuan gas alam yang signifikan di Wilayah Kerja Ganal Utara (North Ganal) dan Kontrak Kerja Sama (KKS) Andaman Selatan.

Pada Agustus 2023, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memulai proses penawaran untuk blok lepas pantai Natuna D Alpha di Natuna Timur, yang memiliki cadangan gas terbesar di Asia Pasifik dengan perkiraan 230 triliun kaki kubik atau trillion cubic feet (TCF) gas dan 350 juta barel minyak. 

Setelah tidak ada penawar yang dipilih pada putaran awal, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana menyediakan blok tersebut untuk studi bersama atau tender pada 2024.

Pengembangan lapangan ini, dengan kandungan CO2 yang tinggi, akan membutuhkan investasi yang signifikan oleh mitra proyek.

Terkait dengan hal itu, Pertamina telah menguraikan rencana untuk berinvestasi dalam energi baru terbarukan (EBT) sebagai bagian dari strategi jangka panjangnya untuk mendukung transisi energi.

Pertamina telah mengalokasikan US$8,3 miliar untuk proyek pengembangan EBT, termasuk panas bumi, hidrogen, kendaraan listrik, sistem penyimpanan listrik, ekonomi karbon sirkular, proyek carbon capture, storage, and utilization (CCS/CCSU), dan lain-lain.

Ke depannya, BMI memproyeksikan, sebagian besar capex Pertamina berpotensi diarahkan untuk pengembangan proyek bioenergi dan CCU/CCSU dalam kemitraan dengan perusahaan asing.

Investasi Kilang 

Sementara  itu, BMI memproyeksikan investasi Pertamina di sektor penyulingan justru bakal menurun setelah proyek perluasan di kilang Balikpapan selesai pada 2024.

Investasi masa depan di sektor penyulingan sebagian besar akan bergantung pada pengembangan Grass Root Refinery (GRR) Tuban —yang memproduksi minyak 300.000 barel per hari atau barrel of oil per day (BOPD) — yang masih dalam tahap pembangunan.  

Proyek kilang yang dirancang untuk mengolah 300.000 barel minyak per hari ini terancam menghadapi penundaan menyusul kemungkinan keluarnya Rosneft asal Rusia dari proyek usaha patungan tersebut.

“Pertamina mungkin tidak melanjutkan investasi di kilang tersebut kecuali dapat memperoleh mitra usaha patungan baru untuk proyek [kilang Tuban] tersebut. Pertamina telah mengurangi rencana perluasan kilang yang ambisius sebagai bagian dari strategi transisi energinya," papar BMI.

Meskipun demikian, rencana yang tersisa masih diharapkan dapat memperluas kapasitas kilang Indonesia secara substansial dan memodernisasi daftar kilang negara saat ini.

(dov/wdh)

No more pages