Sampai siang hari ini, ringgit masih memimpin pelemahan mata uang di Asia sebesar 0,27%, disusul yuan Tiongkok 0,18% dan rupiah 0,16%.
Di pasar saham, IHSG juga tertekan 0,41% di tengah penguatan bursa saham Asia yang terangkat data pertumbuhan ekonomi Jepang yang positif. Pasar surat utang masih belum terpengaruh sejauh ini dengan para investor masih melanjutkan aksi beli yang menurunkan yield obligasi.
SBN tenor 15Y masih memimpin penurunan ke 6,783%, disusul tenor 5Y yang terkikis 2,5 bps ke 6,587% dan tenor 10Y di 6,745%. Sedangkan SBN-2Y berada di level imbal hasil 6,561%.
BPS melaporkan, nilai ekspor Indonesia bulan lalu mencapai US$ 22,21 miliar. Tumbuh 6,46% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy).
Pencapaian itu lebih tinggi dibandingkan Juni yang tumbuh 1,17% yoy. Adapun konsensus Bloomberg memperkirakan pertumbuhan ekspor Juli di 3,7% yoy, sehingga realisasi jauh lebih tinggi dari ekspektasi. Sementara dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm), ekspor naik 6,55%.
Sementara itu, nilai impor pada Juli 2024 tercatat US$21,74 miliar, atau melonjak 17,82% mtm dibanding Juni 2024.
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyebutkan nilai impor migas pada Juli 2024 tercatat senilai US$3,56 miliar, atau naik 8,78% (mtm), sedangkan impor non-migas sebesar US$18,18 miliar, melonjak 19,76% (mtm).
"Meningkatnya nilai impor bulanan disebabkan peningkatan nilai impor non-migas dengan andil 16,26%, sementara andil peningkatan migas 1,56%," ujar Amalia dalan Konferensi Pers Neraca Perdagangan Juli 2024, Kamis (15/8/2024).
Alhasil, nilai surplus neraca dagang RI pada Juli menjadi US$472 juta, anjlok dibanding bulan Juni sebesar US$2,39 miliar. Angka surplus bulan lalu juga jauh di bawah ekspektasi pasar yang memprediksi akan ada kenaikan menjadi sebesar US$2,47 miliar.
(rui)