Bloomberg Technoz, Jakarta - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengatakan pemerintah sebenarnya sudah cukup memberikan kebijakan insentif yang menarik bagi kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) untuk investasi di hulu migas.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan hal tersebut terjadi lantaran pemerintah sudah melakukan pembenahan terhadap berbagai kebijakan dari sisi hulu migas sejak 2021.
Pertama, KKKS bisa secara fleksibel memilih skema kontrak hulu migas, entah dari bagi hasil (gross split) maupun pengganti biaya produksi (cost recovery).
“Jadi masalah fiscal term-nya sudah lebih fleksibel, orang boleh memilih gross split atau cost recovery. Dari sisi keekonomian dijamin karena split-nya sangat fleksibel,” ujar Dwi saat ditemui di JCC, Jakarta Pusat, dikutip Kamis (15/8/2024).
Kedua, Dwi melanjutkan, sistem perpajakan di Indonesia sudah mulai mendukung kinerja KKKS untuk lebih ekonomis. Salah satunya adalah melalui pembebasan pungutan bea masuk atas impor barang.

Jadi Perhatian
Dengan insentif tersebut, Dwi mengatakan, sektor hulu migas Indonesia kembali menjadi perhatian perusahaan migas asing, terutama pada tahapan eksplorasi.
Sebagai gambaran, ExxonMobil selaku operator dari Banyu Urip dan tengah melakukan eksplorasi pada 5 atau 6 area di Indonesia. Selain itu, Dwi mengatakan Eni SpA juga agresif dalam melakukan eksplorasi.
“Kemudian Harbour Energy maupun Mubadala sekarang di Andaman. BP juga melanjutkan eksplorasi di North Bali,” ujarnya.
“Jadi Indonesia menjadi perhatian untuk kembali ke eksplorasi. Jadi itu saya melihat sudah mulai cukup menarik.”

Kritik Luhut
Berbeda pandangan dengan SKK Migas, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan terdapat sesuatu hal yang salah dari kebijakan fiskal Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terkait dengan industri hulu migas.
Tanpa mengelaborasi secara spesifik kebijakan fiskal yang dimaksud, Luhut mengeklaim aturan fiskal untuk industri migas menyebabkan Indonesia hanya mendapatkan investasi yang sedikit dalam sektor tersebut.
“Saya sampaikan ke Menteri Keuangan [Sri Mulyani], ada yang salah dengan kalian, 30 tahun tanpa investasi, mungkin ada yang salah dengan kebijakan. Kita harus ganti atau perbaiki kebijakan, harmonisasi peraturan,” ujar Luhut dalam agenda Supply Chain & National Capacity Summit 2024, di JCC, Jakarta Pusat, Rabu (14/8/2024).
Dalam paparannya, Luhut mengatakan setidaknya terdapat 11 solusi kebijakan untuk meningkatkan kapasitas produksi dalam negeri, di mana dua dari solusi tersebut berhubungan dengan Kementerian Keuangan.
Solusi tersebut di antaranya adalah perbaikan rezim perpajakan migas agar proporsional dan mengecualikan tahap eksplorasi dan optimalisasi pajak tidak langsung atas kegiatan hulu migas melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) 27/2017 dan PP 53/2017.
(dov/wdh)