Perubahan sentimen di pasar global yang semakin optimistis Federal Reserve akan memulai siklus penurunan bunga acuan pada September nanti, menaikkan pamor aset di pasar emerging market termasuk Indonesia.
Bank kuasai SRBI
Instrumen moneter tenor pendek itu sudah hadir sejak September lalu dan diarahkan untuk menarik modal asing jangka pendek masuk, ketika dana investor banyak hengkang terutama dari pasar surat utang negara.
Berdasarkan data terbaru Bank Indonesia, sampai akhir Juli SRBI telah dijual sebanyak Rp860,28 triliun sejak mulai diterbitkan September tahun lalu. Pemodal asing saat ini menguasai SRBI sebanyak Rp235,81 triliun, setara dengan 27,41% dari total outstanding.
Penguasaan asing di SRBI masih kalah oleh kepemilikan industri perbankan di Tanah Air yang tercatat membeli SRBI sebesar Rp537,66 triliun, atau setara 62,5% dari total outstanding SRBI. Disusul oleh industri nonbank seperti asuransi, reksa dana dan dana pensiun, telah membeli SRBI senilai Rp63,83 triliun atau setara 7,41% nilai outstanding.
Penerbitan SRBI telah berdampak pada situasi keketatan likuiditas di perbankan yang akhirnya membuat margin perbankan terkikis. Isu crowding out menjadi semakin panas ketika bunga tinggi SRBI, pernah menyentuh 7,53%, membuat likuiditas di pasar tersedot ke instrumen itu dan 'mengeringkan' uang beredar di pasar uang antar bank, pasar surat utang maupun di pasar saham.
Perbankan misalnya, ditengarai telah mengalihkan kepemilikan SBN mereka ke SRBI. Data yang dikompilasi Divisi Riset Bloomberg Technoz dari sumber resmi menunjukkan, sejak SRBI terbit pada September, penguasaan bank di SBN telah berkurang Rp523,55 triliun. Pada akhir Juli, posisi bank di SBN tinggal Rp1.1190,94 triliun dari sebesar Rp1.714,49 triliun pada akhir Agustus 2023. Pada saat yang sama, bank membeli SRBI sebanyak Rp537,66 triliun selama September-Juli.
(rui)