Logo Bloomberg Technoz

Kelas Menengah RI Makin Miskin karena Manufaktur Kian Terpuruk

Ruisa Khoiriyah
14 August 2024 11:00

Pekerja di pabrik tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex./Bloomberg-Dimas Ardian
Pekerja di pabrik tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex./Bloomberg-Dimas Ardian

Bloomberg Technoz, Jakarta - Tidak mudah menjadi kelas menengah di Indonesia. Penghasilan yang serba tanggung membuatnya terlalu kaya untuk diberikan bantuan sosial sebagaimana kelompok rentan dan miskin. Pada saat yang sama, kelas masyarakat dengan pendapatan menengah, nilai asetnya dianggap terlalu kecil untuk diberikan keringanan pajak layaknya kelompok 1%.

Kini dengan kemerosotan aktivitas manufaktur yang seolah semakin tak terbendung, nasib kelas menengah di Indonesia bisa semakin terdesak. Bukan mustahil, gelombang 'degradasi' atau turun kelas kelompok menengah ke kelas di bawahnya, atau menjadi lebih miskin, akan semakin besar bila masalah struktural tidak terselesaikan di sektor industri domestik.

Jumlah kelas menengah di Indonesia, yakni mereka yang memiliki pengeluaran sebesar Rp1,77 juta-Rp8,62 juta per orang per bulan, diperkirakan mencapai 52 juta jiwa pada 2023, menurut kajian LPEM Universitas Indonesia.

Angka itu menurun dibanding 2018 lalu yang masih sebanyak 60 juta jiwa. Penduduk RI kini didominasi oleh kalangan calon kelas menengah, penduduk dengan pengeluaran antara Rp760.929-Rp1,77 juta per orang per bulan. Populasinya diperkirakan mencapai 144 juta jiwa atau 53,4% dari total penduduk di Indonesia.

Penurunan kesejahtaraan kelas menengah pada akhirnya menyeret kinerja konsumsi mereka. Pada 2018 lalu, sumbangan konsumsi kelas menengah terhadap total konsumsi rumah tangga di Indonesia, motor utama pertumbuhan ekonomi, masih sebesar 41,9%. Namun, pada 2023, kontribusi konsumsi kelas ini tinggal 36,8%.

Warga berbelanja di salah satu pasar swalayan di Tangerang Selatan, Jumat (8/4/2024). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)