Logo Bloomberg Technoz

Terlebih, kata Arifin, komoditas nikel saat ini juga masuk ke dalam Sistem Informasi Mineral dan Batubara Kementerian dan Lembaga (Simbara).

Aplikasi Simbara ini merupakan kolaborasi antara Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perhubungan, dan Bank Indonesia.

Aplikasi yang telah beroperasi sejak 2022 ini mencakup rangkaian proses tata kelola mineral dan batu bara dari hulu ke hilir, mulai dari single identity dari wajib pajak dan wajib bayar, proses perizinan tambang, rencana penjualan, verifikasi penjualan, ekspor, proses clearance di pelabuhan untuk pengangkutan atau pengapalan, termasuk pemenuhan kewajiban pembayaran pembayaran PNBP dan devisa hasil ekspor.

Selain komoditas batu bara, nikel dan timah, Arifin mengatakan, tembaga, emas dan bauksit juga bakal masuk ke Simbara pada Agustus 2024.

Data ITC

Sebelumnya, isu penyelundupan ekspor nikel ke China disampaikan oleh Ekonom Senior Faisal Basri. Dalam sebuah kesempatan, Faisal mengatakan telah melihat informasi impor bijih nikel oleh China dari Indonesia berdasarkan data International Trade Center (ITC).

"Gampang sekali kita cek di World Trade Organization [WTO] itu ada ITC atau International Trade Center, dia kompilasi statistik perdagangan luar negeri semua negara anggota, saya cek China ada. China impor bijih nikel dari Indonesia ada ternyata, Indonesia yang tidak melaporkan, 5,3 juta ton selama 2020—2022," ujar Faisal dalam kanal Youtube Guru Gembul, dikutip Rabu (14/8/2024).

Faisal mengatakan penyelundupan bisa terjadi karena adanya larangan ekspor di tengah permintaan yang tinggi.

"Kalau barang itu dilarang seperti narkoba dilarang, pasti ada pasar gelapnya sampai ke penjara-penjara itu. Kalau dilarang permintaan di luar negeri ada yang menyelundup, dan yang menyelundup itu petinggi-petinggi," ujarnya.

Sementara, Plt Direktur Jenderal (Dirjen) Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Muhammad Wafid saat itu berpendapat kemungkinan ada perbedaan persepsi dan pencatatan antara otoritas terkait di China dan Indonesia.

Selain itu, kemungkinan juga ada perbedaan dalam sistem pengelompokan barang ekspor dengan kategori tertentu atau kode harmonized system (HS).

"Saya kira itu ada perbedaan kode HS atau enggak persepsi dari barang. Umpamanya, barang di Indonesia dan China itu dianggap berbeda. Kita menganggap besi ada kandungan nikel, tetapi tidak dicatat. Di China, berapapun kandungan yang ada termasuk nikel itu masuk dalam hitungan. Ini baru kami telusuri," tuturnya.

(dov/wdh)

No more pages