Logo Bloomberg Technoz

Saat kinerja ekspor membaik, sepertinya tidak demikian dengan impor. Konsensus Bloomberg memperkirakan impor tumbuh -1,4% yoy. Jauh memburuk ketimbang Juni yang naik 7,58% yoy.

Kemerosotan impor sejalan dengan pelemahan kinerja manufaktur. Maklum, lebih dari 90% impor Indonesia adalah bahan baku/penolong dan barang modal untuk keperluan industri dalam negeri.

Kebetulan kinerja industri manufaktur Tanah Air pada Juli sedang lemah. S&P Global melaporkan aktivitas manufaktur yang diukur dengan Purchasing Managers’ Index (PMI) ada di 49,3.

PMI di bawah 50 menandakan aktivitas yang sedang terkontraksi, bukan ekspansi. Ini menjadi kali pertama PMI manufaktur Indonesia berada di bawah 50 sejak Agustus 2021.

“Pemesanan baru (new orders) dan produksi turun untuk kali pertama dalam lebih dari 2 tahun. Pembelian bahan baku dikurangi, dan penyerapan tenaga kerja turun dalam laju tercepat sejak September 2021,” sebut Paul Smith, Direktur Ekonomi S&P Global Market Intelligence, dalam keterangan tertulis.

Saat ekspor membaik dan impor lesu, tentu hasilnya adalah neraca perdagangan yang surplus. Konsensus Bloomberg memperkirakan neraca perdagangan Indonesia pada Juli membukukan surplus US$ 2,45 miliar. Lebih tinggi dari surplus bulan sebelumnya yaitu US$ 2,39 miliar.

Jika terwujud, maka surplus neraca perdagangan akan terjadi selama 51 bulan tanpa putus. Meski surplus terjadi selama lebih dari 4 tahun, tetapi ini bukan rekor terpanjang. 

Surplus terpanjang pernah terjadi 152 bulan berturut-turut pada Juni 1995-April 2008.

(aji)

No more pages