Bloomberg Technoz, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melanjutkan penyidikan kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik atau e-KTP. Hal ini dilakukan usai lembaga antirasuah tersebut kembali memanggil dan memeriksa eks anggota DPR yang menjadi tersangka di kasus tersebut, Miryam S Hariyani.
Kasus mega korupsi ini mendapat perhatian karena besarnya nilai yang diambil para pelaku. Proyek strategis pemerintah berbiaya Rp5,2 triliun tersebut telah diselewengkan hingga menyebabkan kerugian negara hingga Rp3,2 triliun.
Selain, kasus ini juga menyeret sejumlah petinggi saat itu mulai dari Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Ketua DPR Setya Novanto, ketua umum partai politik, hingga seluruh anggota Komisi II.
Berdasarkan dakwaan jaksa kepada sejumlah tersangka yang telah menjadi terpidana, proyek tersebut sejak awal disepakati hanya akan menggunakan 51% anggaran atau setara Rp2,66 triliun untuk belanja modal atau pembiayaan proyek. Sedangkan 49% anggaran atau Rp2,55 triliun dibagi-bagikan ke sejumlah pihak dan nama.
Secara garis besar; 7% anggaran atau Rp365,4 miliar diberikan kepada sejumlah pejabat di Kementerian Dalam Negeri; 5% atau Rp261 miliar kepada seluruh anggota Komisi II DPR; 11% atau Rp547,2 miliar untuk Setya Novanto dan Andi Narogong; dan jumlah yang sama 11% atau Rp547,2 miliar untuk Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum dan Muhammad Nazaruddin.
Miryam sendiri dalam dakwaan KPK adalah orang yang menerima uang dan membagikan uang suap kepada anggota DPR, terutama Komisi II. Pemeriksaan terhadap Miryam bisa membuka kembali sejumlah dakwaan KPK tentang para penerima uang e-KTP dan belum menjadi tersangka.
Para Penerima Dana Proyek e-KTP menurut Jaksa KPK di Pengadilan Tipikor
- Gamawan Fauzi US$4,5 juta dan Rp50 juta
- Diah Anggraini US$2,7 juta dan Rp22,5 juta
- Drajat Wisnu Setyaan US$615 ribu dan Rp25 juta
- Panitia lelang masing-masing US$300 ribu
- Husni Fahmi US$150 ribu dan Rp30 juta
- Anas Urbaningrum US$5,5 juta
- Melcias Marchus Mekeng US$1,4 juta
- Olly Dondokambey US$1,2 juta
- Tamsil Lindrung US$700 ribu
- Mirwan Amir US$1,2 juta
- Arief Wibowo US$108 ribu
- Chaeruman Harahap US$584 ribu dan Rp26 miliar
- Ganjar Pranowo US$520 ribu
- Agun Gunandjar Sudarsa selaku anggota Komisi II dan Banggar DPR US$1,047 juta
- Mustoko Weni US$408 ribu
- Ignatius Mulyono US$258 ribu
- Taufik Effendi US$103 ribu
- Teguh Djuwarno US$167 ribu
- Miryam S Haryani US$23 ribu
- Rindoko, Nu'man Abdul Hakim, Abdul Malik Haramaen, Jamal Aziz dan Jazuli Juwaini selaku Kapoksi pada Komisi II DPR masing-masing US$37 ribu
- Markus Nari Rp4 miliar dan US$13 ribu
- Yasonna Laoly US$84 ribu
- Khatibul Umam Wiranu US$400 ribu
- M Jafar Hapsah US$100 ribu
- Ade Komarudin US$100 ribu
- Abraham Mose, Agus Iswanto, Andra Agusalam, dan Darma Mapangara selaku direksi PT LEN Industri masing-masing Rp1 miliar
- Wahyudin Bagenda selaku Direktur Utama PT LEN Industri Rp2 miliar
- Marzuki Ali Rp20 miliar
- Johanes Marliem US$14,880 juta dan Rp25.242.546.892
- 37 anggota Komisi II lainnya seluruhnya berjumlah US$556 ribu, masing-masing mendapatkan uang berkisar antara US$13 ribu sampai dengan US$18 ribu
- Tim Fatmawati yaitu Jimmy Iskandar Tedjasusila alias Bobby, Eko Purwoko, Andi Noor, Wahyu Setyo, Benny Akhir, Dudi, dan Kurniawan masing-masing Rp60 juta
- Manajemen bersama konsorsium PNRI Rp137,98 miliar
- Perum PNRI Rp107,71 miliar
- PT Sandipala Artha Putra Rp145,85 miliar
- PT Mega Lestari Unggul yang merupakan holding company PT Sandipala Artha Putra Rp148,86 miliar
- PT LEN Industri Rp20,92 miliar
- PT Sucofindo Rp8,23 miliar
- PT Quadra Solution Rp127,32 miliar
Keuntungan pelaksana pekerjaan atau rekanan sebesar 15% atau Rp783.000.000.000.
(red/frg)