Harvey juga menyodorkan sejumlah perusahaan smelter yang mengolah hasil tambang ilegal dari wilayah IUP tersebut yaitu CV Venus Inti Perkasa (VIP); PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS); PT Stanindo Inti Perkasa (SIP); dan PT Tinindo Internusa (TIN).
Mereka menyamarkan timah hasil tambang ilegal dengan membalutnya dengan kerja sama sewa pengolahan antara PT Timah dengan empat perusahaan tersebut.
Sedangkan peran Helena berkaitan erat dengan Harvey pada kasus ini. Harvey yang mengumpulkan keuntungan dari praktek korupsi antara PT Timah dan empat perusahaan smelter menjalin kerja sama dengan Helena.
Harvey mencoba menyembunyikan uang korupsi tersebut dengan menyerahkan pada PT Quantum Skyline Exchange (QSE) dalam bentuk seolah dana Corporate Social Responsibility (CSR). Helena yang menjabat sebagai Manager di PT QSE kemudian mengelola uang tersebut untuk kembali dibagikan kepada orang-orang yang terlibat dalam kasus korupsi wilayah IUP PT Timah.
Sidang perdana perkara IUP di PT Timah Tbk sudah digelar pada 31 Juli lalu. Pada persidangan tersebut, kejaksaan mendakwa tiga tersangka yang seluruhnya pejabat dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung.
Mereka adalah Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung periode 5 Maret sampai 31 Desember 2019, Rusbani alias Bani; Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung periode 2015-2019, Suranto Wibowo; dan Kepala Bidang Pertambangan Mineral Logam pada Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung periode 2018-2021, Amir Syahbana.
(mfd/frg)