Salah satunya, kata dia, kengototan PKS untuk meletakkan kadernya sebagai calon gubernur atau calon wakil gubernur di Pilkada DKI Jakarta. Dia menilai, bisa saja KIM belum mengumumkan nama cawagub Ridwan Kamil untuk memberikan kesempatan kepada kader PKS.
“PKS sendiri punya kalkulasi politiknya sendiri ya, karena dia sendiri peraih kursi DPRD tertinggi di Jakarta,” ujar Cecep.
Tak hanya PKS, dia memprediksi Partai Nasdem juga memberikan sinyal akan bergabung dengan KIM Plus. Hal ini diduga meski partai besutan Surya Paloh tersebut berulang kali memastikan tetap mengusung Anies pada Pilkada mendatang.
“Ya memang ini [Nasdem] tarik-menarik sih," kata dia.
Kondisi ini, menurut Cecep, hanya akan menyisakan PDIP dan PKB sebagai tiket terakhir bagi Anies untuk berlaga di Pilkada DKI Jakarta. Saat ini, PDIP bersama Partai Perindo dan PPP tercatat menguasai 17 kursi di DPRD Jakarta. Mereka bisa mengusung calon jika berhasil berkoalisi dengan PKB yang memiliki 10 kursi.
Meski demikian, PDIP dinilai belum tentu mudah menerima sosok Anies. Keduanya memiliki sejarah perseteruan sejak Pilkada DKI Jakarta 2017. Selain itu, PDIP juga ngotot ingin kadernya menjadi cagub pada kontestasi politik di Jakarta.
“Dalam beberapa kesempatan kan memang petinggi PDIP seperti Hasto atau Puan itu kan bilang melirik Anies juga sebagai calon potensial ya,” ujar Cecep.
Namun, dia menilai, politik pada Pilkada Jakarta akan sangat dinamis hingga hari pendaftaran di KPU, 27-29 Agustus 2024. Beberapa partai politik bisa saja mengubah posisi dan berbalik mendukung Anies.
Hal ini merujuk pada dinamika politik partai Golkar saat ketua umum Airlangga Hartarto tiba-tiba mengundurkan diri pada Sabtu lalu.
“Dinamikanya kan tinggi, kaya kemarin Airlangga hari Jumat nggak ada apa-apa, hari Sabtu nya ternyata terjadi gitu mundur [dari Golkar],” ujar dia.
(fik/frg)