Pada saat yang sama, pemodal asing menambah kepemilikan di SRBI sebanyak Rp43,47 triliun, naik 22,57% dibanding Juni menjadi Rp235,99 triliun. Pertumbuhan kepemilikan asing di SRBI melambat dibanding bulan sebelumnya yang naik 26,5%.
Dari sisi nominal, pembelian asing di SRBI bulan lalu juga kalah oleh perbankan yang hampir dua kali lipat nilainya.
Tren arus masuk modal asing yang lebih kecil dibandingkan nilai pembelian SRBI oleh investor domestik, bisa memicu efek crowding out yang lebih besar lagi. Dana di pasar keuangan, termasuk di pasar saham dan pasar obligasi negara, ikut tersedot kesana, sehingga 'mengeringkan' likuiditas di luar SRBI.
Data periode yang sama mencatat, kepemilikan SBN oleh perbankan berkurang Rp89,66 triliun selama Juli. Bahkan bila dibandingkan posisinya kini dengan nilai kepemilikan SBN oleh bank sebelum ada SRBI, penurunannya mencapai Rp523,55 triliun. Pada akhir Juli, posisi bank di SBN tinggal Rp1.1190,94 triliun dari sebesar Rp1.714,49 triliun pada akhir Agustus 2023.
Tidak berlebihan bila ada dugaan dana bank di SBN beralih ke SRBI mengingat saat ini posisi bank di instrumen moneter itu menembus angka Rp537,66 triliun.
Bagaimana di pasar saham? Mengacu data Bursa Efek Indonesia, nilai rata-rata transaksi harian memang menurun. Pada Juli misalnya, nilai transaksi harian (average daily value) turun signifikan hingga 22,64% yaitu dari rata-rata Rp12,84 triliun per hari pada Juni menjadi tinggal Rp9,93 triliun per hari.
Penurunan itu menjadi yang kedua bulan berturut-turut, setelah pada Mei lalu rata-rata transaksi harian masih sebesar Rp14,38 triliun.
Sedangkan di industri reksa dana, pada Juli masih membukukan kenaikan Nilai Aktiva Bersih (NAB) yaitu sebesar Rp7,56 triliun atau naik 1,5% dibanding akhir Juni menjadi sebesar Rp497,56 triliun.
Bank Indonesia telah menjual SRBI sebanyak Rp860,28 triliun sejak September tahun lalu untuk menarik dana asing masuk di tengah sentimen ketidakpastian yang masih tinggi di pasar global yang menekan nilai tukar rupiah.
Bunga Pasar Makin Mahal
Dalam tiga lelang terakhir, Bank Indonesia terus memangkas bunga diskonto SRBI. Lelang pada Jumat pekan lalu, bunga SRBI-12 bulan makin landai di 7,23%. Sudah turun cukup banyak dibanding awal Juli ketika bunganya menyentuh level tertinggi di 7,53%.
Meski memasuki tren menurun seiring dengan menguatnya probabilitas dimulainya siklus pemangkasan bunga acuan Federal Reserve (The Fed), level bunga SRBI itu masih jauh lebih tinggi dibanding rate instrumen lain.
Tingkat bunga obligasi negara tenor pendek, yaitu seri SPN yang bertenor maksimal 12 bulan, misalnya, dalam lelang terakhir hanya di kisaran 6,54%. Sedangkan SBN tenor 2 tahun di pasar sekunder saat ini ada di kisaran 6,59%. Imbal hasil SBN-10Y juga di kisaran lebih rendah dibanding SRBI, saat ini bergerak di 6,80%.
Bunga SRBI yang tinggi dan berhasil menyedot sebagian besar likuiditas pasar, pada akhirnya mempengaruhi pula tingkat bunga pasar. Mengacu data Bloomberg, tingkat bunga IndONIA, yang menjadi referensi bunga transaksi pinjam-meminjam dana rupiah tanpa agunan di antara perbankan untuk jangka waktu semalam, menyentuh level tertinggi sejak 8 Mei lalu di posisi 6,33% pada Senin kemarin.
Bunga SRBI bertindak seperti bunga kebijakan BI rate yang mempengaruhi pergerakan bunga pasar, bahkan ketika BI rate sendiri bergeming di 6,25% dalam tiga bulan terakhir.
Bunga pasar yang terungkit naik mengikuti SRBI, sejauh ini telah mengikis tingkat margin bank karena bank harus menanggung biaya dana (cost of fund) lebih tinggi. Sedang pada saat yang sama, bank tidak bisa serta merta menaikkan bunga kredit karena menjaga persaingan agar bisnis kredit tetap bertumbuh.
"Penurunan SBDK [Suku Bunga Dasar Kredit] merupakan indikasi upaya perbankan untuk menjaga daya saing suku bunga di pasar kredit, di tengah berlanjutnya kenaikan biaya dana. Selain itu, selisih antara suku bunga kebijakan (BI-Rate) dengan SBDK yang makin menipis menunjukkan perbaikan efisiensi pricing perbankan," kata Bank Indonesia dalam asesmen yang dilansir bulan lalu.
Kenaikan cost of fund ketika SBDK turun, mengikis margin keuntungan bank di mana secara keseluruhan margin keuntungan turun 7 bps, terutama terjadi kelompok bank BUMN dan bank asing, kata Bank Indonesia.
(rui/aji)