Arifin mengatakan rencana pengalihan batu bara menjadi gas dilakukan di Sulawesi karena merupakan wilayah dengan jumlah smelter yang paling banyak. Beberapa smelter, kata Arifin, juga sudah mulai meminta untuk beralih ke penggunaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG).
Di sisi lain, Arifin lebih mendorong penggunaan gas dibandingkan dengan LNG karena biayanya yang mahal.
“Kalau gas kan tinggal sekali, makanya mending tarik pipa. Kita pikirin kelebihan yang dari lapangan di Selat Makassar itu kan banyak, nanti kita tarik pipa ke Palu dan bikin pembangkit. Nanti PT PLN atau siapa bisa menyiapkan jaringan transmisi listriknya,” ujarnya.
Kebutuhan Investasi
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi mengonfirmasi pemerintah membutuhkan investasi senilai US$14 miliar (atau setara Rp226,2 triliun asumsi kurs saat ini) untuk memenuhi kebutuhan listrik smelter Sulawesi hingga 2030 dengan pembangkit listrik tenaga gas (PLTG).
Dalam kaitan itu, Arifin sebelumnya juga menyinggung alokasi gas akan didapatkan dalam waktu yang tidak terlalu lama, dengan berakhirnya kontrak gas bumi Donggi Senoro pada 2027 sebesar 337 MMSCF dapat dimanfaatkan untuk PLTGU Wellhead baru dengan kapasitas 1.800 MW.
Arifin juga mengatakan terdapat sebagian potensi gas bumi melalui gas pipa dari Lapangan ENI Muara Bakau di Selat Makassar (antara Kalimantan—Sulawesi) sebesar 500 MMSCFD juga dapat dimanfaatkan untuk membangun PLTGU baru di Palu dengan kapasitas 2.650 MW.
Listrik dari kedua PLTGU kemudian disalurkan melalui transmisi 500 kV untuk menyuplai smelter klaster Huadi di Sulawesi Selatan, Pomala—Ceria (Poci) dan Konawe—Morowali (Kemo) di Sulawesi Tenggara.
"Jadi, kita rencana gas yang dari sini [Kalimantan], mudah-mudahan, Selat Makassar, itu kita tarik pipa, ke Palu. Di sini kita bikin pembangkit gas [Sulawesi], baru tarik transmisi. Di sini juga ada LNG nih. Berakhirnya kontrak gas bumi Donggi Senoro 2027 selama ini LNG diekspor terus. Kita minta nanti untuk domestik. Dari sini kita tarik lagi. Dari sini, nanti kita bangun pembangkit gas. Tarik jaringan lagi sehingga ini bisa mendukung carbon reduction program di industri-industri smelter," ujar Arifin.
Listrik dari kedua PLTGU kemudian disalurkan melalui transmisi 500 kV untuk menyuplai smelter klaster Huadi di Sulawesi Selatan, Pomala—Ceria (Poci) dan Konawe Morowali (Kemo) di Sulawesi Tenggara.
"Jika harga gas untuk kedua PLTGU mengikuti HGBT sekitar 6 US$/MMBTU dan toll fee transmisi 3,88 cUS$/kWh dengan harga listrik sekitar 11 cUS$/kWh maka itu cukup kompetitif," ujar Arifin.
Imbau Peralihan
Pada kesempatan yang sama, Arifin mengatakan pemerintah juga mengimbau smelter dengan PLTU batu bara generasi pertama untuk mulai beralih ke energi yang lebih bersih.
“Kalau lihat emisinya berat ya harus kita imbau. Mungkin generasi-generasi pertama pembangkit batu baranya yang masih pakai teknologi yang kurang, yang boros emisi,” ujarnya.
(dov/wdh)