Logo Bloomberg Technoz

Jika perang regional pecah, dampaknya biasanya akan langsung terasa pada pasokan minyak regional dengan berbagai cara, seperti; melalui penegakan sanksi yang lebih ketat terhadap Iran, serangan terhadap infrastruktur minyak dan gas bumi (migas), atau gangguan pada perdagangan migas internasional.

Potensi gangguan pada produksi dan ekspor juga cukup besar, apalagi MENA adalah kawasan pengekspor minyak yang dominan secara global. Kawasan ini juga merupakan rumah bagi tiga titik sempit maritim utama dunia —Selat Hormuz, Selat Bab el-Mandeb, dan Terusan Suez — yang dilalui lebih dari sepertiga tanker minyak dunia yang diangkut melalui laut setiap tahun.

Reaksi Tenang

Dengan segala risiko tersebut, sungguh mengejutkan bahwa reaksi pasar minyak terhadap meningkatnya ketegangan antara Israel dan Hizbullah sejauh ini begitu “kalem”. Perkembangan geopolitik di MENA telah berkontribusi pada hanya beberapa kali reli harga minyak Brent dalam 10 bulan terakhir.

Iran, Hizbullah, dan sekutu lainnya yang tergabung dalam 'Poros Perlawanan' secara luas diperkirakan membalas serangan pada bulan lalu, tetapi waktu dan sifat pembalasan ini tidak diketahui, sehingga menimbulkan ketidakpastian yang cukup besar.

Hal ini tecermin dalam aset keuangan terkait lainnya, seperti shekel Israel dan rial Iran, tetapi tidak ada premi risiko seperti itu yang diperhitungkan dalam minyak.

“Sentimen di pasar minyak lemah dan posisi short telah terbentuk. Pelaku pasar saat ini lebih responsif terhadap perkembangan di sisi permintaan daripada sisi penawaran dan lebih reaktif terhadap pendorong bullish daripada yang bearish,” papar tim analis BMI —lengan riset Fitch Solutions — dalam laporan mereka tentang outlook minyak Brent, dikutip Selasa (13/8/2024).

Bagaimanapun, BMI tetap memperingatkan bahwa pasar minyak sering kali mengalami perubahan sentimen yang besar dan tiba-tiba dan, jika ketegangan di kawasan MENA meningkat lebih lanjut, ada risiko yang sangat nyata bahwa investor akan lengah.

“Sulit untuk mengukur dampaknya terhadap harga [minyak], mengingat banyak hal bergantung pada sifat konflik. Namun, dengan pembalasan oleh 'Poros Perlawanan' yang hampir tak terelakkan, kami melihat tiga skenario utama yang terjadi, dengan dampak yang luas bagi Brent,”  papar lembaga tersebut.

Iran Serang Israel (Dok. Bloomberg)

3 Skenario

Tim periset BMI mengkalibrasi tiga kemungkinan skenario harga minyak acuan Brent juga aksi retaliasi Iran dan sekutunya terhadap Israel dan AS benar-benar diejawantahkan. Berikut analisisnya:

  1. Skenario respons kecil Israel, diikuti oleh deeskalasi

Probabilitas : 50%

Dampak ke minyak : Harga akan cenderung bearish di pasar dalam jangka pendek. 

Proyeksi bearish tersebut juga didorong oleh beberapa faktor pemberat lain seperti; kekhawatiran resesi ekonomi AS yang berlebihan, OPEC+ yang sedang bersiap untuk menetapkan harga dasar, stok minyak yang terlalu banyak dijual, dan posisi yang terlalu bearish di mana Brent memangkas sebagian kerugiannya baru-baru ini.

Kontrak bulan berikutnya kemungkinan bakal diperdagangkan dalam kisaran US$75/barel—US$85/barel selama sebagian besar tahun ini.

2. Respons Israel yang lebih besar, tetapi hanya di Lebanon

Probabilitas  : 45%

Dampak ke minyak : Brent kemungkinan akan menguat dalam kisaran US$5/barel—US$10/barel, sebanding dengan reaksi yang terlihat setelah dimulainya perang Israel-Hamas.

Namun, tanpa faktor infrastruktur minyak yang secara langsung berisiko, harga akan turun karena investor menjadi terbiasa dengan konflik dan mengabaikan ancaman konfrontasi langsung dengan Iran.

Kontrak bulan berikutnya tidak mungkin naik secara berkelanjutan di atas US$90/barel dan pada akhirnya akan kembali ke kisaran perdagangan US$75/barel—US$85/barel.

Akan tetapi, serangan yang lebih sering terjadi antara Israel dan Iran akan memungkinkan premi risiko tambahan, meskipun bersifat sporadis.

3. Respons besar Israel, baik di Lebanon maupun Iran

Probabilitas : 5%

Dampak ke minyak : Harga minyak dipastikan bakal melonjak tajam, setara dengan reaksi yang terlihat dalam menanggapi invasi Rusia ke Ukraina pada 2022, dengan Brent berisiko melampaui US$100/barel.

Pasokan minyak global juga bakal terdampak melalui beberapa kombinasi dari berkurangnya perdagangan dengan Iran, serangan langsung terhadap infrastruktur minyak regional, dan gangguan lebih lanjut di Laut Merah.

Potensi seberapa jauh Brent menembus US$100/barel —dan berapa lama bertahan di level tersebut — akan sangat dipengaruhi oleh skala gangguan ini.

Dalam skenario ekstrem di mana Iran memblokir Selat Hormuz, 15% lebih perdagangan global akan ditutup dan harga minyak bakal melonjak di atas US$150/barel.

(wdh)

No more pages