Menurut lembaga internasional itu, peningkatan administrasi penerimaan, penggunaan data pihak ketiga, digitalisasi, memperluas basis wajib pajak, hingga memastikan jumlah tenaga kerja merupakan aspek penting dalam upaya peningkatan rasio pajak.
“Meninjau kembali pengeluaran pajak yang ada dan memastikan bahwa pembebasan pajak dan insentif tetap terbatas akan sangat penting untuk mencegah erosi basis pajak dan menjamin penerimaan pajak yang lebih baik dalam jangka menengah,” kata IMF.
Sebagai informasi, pemerintah telah memasukan rencana pembentukan Badan Otorita Penerimaan Negara dalam rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025 sebagai salah satu upaya meningkatkan penerimaan pajak sebesar 10%—12% terhadap PDB.
Dalam dokumen rancangan awal RKP 2025 disebutkan bahwa optimalisasi pendapatan negara diarahkan dengan upaya perbaikan administrasi dan pemungutan pajak yang lebih efektif, serta turut mengoptimalisasi oenerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Salah satu poin yang dicanangkan pemerintah untuk mencapai besaran tersebut adalah dengan adanya pembenahan kelembagaan perpajakan melalui pembentukan Badan Otorita Penerimaan Negara (BPN).
“Pembenahan kelembagaan perpajakan melalui pembentukan Badan Otorita Penerimaan Negara untuk meningkatkan tax ratio sehingga APBN dapat menyediakan ruang belanja yang memadai bagi pelaksanaan pembangunan dalam rangka mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045,” tulis dokumen rancangan awal RKP 2025.
Meskipun begitu, tidak diperinci lebih lanjut apakah pembentukan BPN yang dimaksud akan pemisahan Ditjen Pajak dari Kementerian Keuangan, seperti yang sebelumnya direncanakan Presiden terpilih Prabowo Subianto dalam Visi-Misi miliknya.
(azr/wdh)