Menurut Lili, arah politik Golkar ke depannya bisa dipastikan akan tetap menjadi bagian dari kekuasaan karena tidak mungkin Golkar akan keluar menjadi oposisi.
“Tidak ada tradisi politik Golkar sebagai oposisi, ia akan selalu ada dalam kekuasaan,” tutur Lili.
Pengamat politik Firman Noor menilai, kabar mundurnya menko perekonomian itu memang terendus kencang berasal dari faktor eksternal Golkar karena tidak mungkin jika bukan orang biasa dapat menggeser posisi ketua umum.
“Ya ada cerita juga lah faktor lain yang bisa kita andus, tapi kan baru bau-bau aja ya memang. Memang kalau se-level Airlangga bisa digeser, yang geser itu pastinya bukan kaleng-kaleng gitu,” tutur Firman.
Menurut Firman, Airlangga pasti telah berhitung terkait kasus korupsi yang menjeratnya hingga akhirnya mantan Menteri Perindustrian era Kabinet Joko Widodo-Jusuf Kalla itu akhirnya memilih mundur sebagai Ketum Golkar.
Di sisi lain, kata Firman, Airlangga cukup berprestasi dalam memimpin Golkar karena dapat menaikkan suara Golkar dalam Pilpres dan Pileg. Hanya saja, waktu pengunduran diri Airlangga tidak tepat.
“Mungkin terkait dengan situasi hukum [kasus korupsi minyak sawit mentar] yang memang mungkin sudah tidak bisa ditutup lagi,” ucap Firman.
(mfd/frg)