Ekspansi ke luar China membantu mengatasi ekonomi domestik yang terus melemah. Hasilnya, Colin Huang, yang kini berusia 44 tahun, telah menjadi orang terkaya di China berdasarkan Bloomberg Billionaires Index.
Colin Huang memiliki kekayaan senilai US$48,6 miliar (sekitar Rp777 triliun). Colin Huang menggeser posisi Zhong Shanshan, Chairman Nongfu Spring Co yang berbasis di Hangzhou, yang telah memegang posisi teratas sejak April 2021.
Kekayaan Shanshan kini berkisar US$47,3 miliar, padahal pada bulan Juli raja air minum dalam kemasan China ini sempat mencatatkan total kekayaan US$54,8 miliar.
Kebiasaan Belanja di China Berubah
Perjuangan Colin Huang yang luar biasa ini didorong oleh perubahan kebiasaan belanja di China pasca krisis properti di negara ini berubah menjadi perlambatan yang berkepanjangan.
Dia juga merupakan taipan teknologi pertama yang menduduki peringkat teratas dalam peringkat kekayaan dalam lebih dari tiga tahun, setelah tekanan pemerintah terhadap bisnis swasta menjerat para pesaingnya seperti Alibaba Group Holding Ltd milik Jack Ma.
Dalam perjalanannya, Colin Huang juga menuai protes dari para pemasok karena menurunkan harga dan menetapkan jadwal kerja yang memberatkan karyawannya sendiri.
“Ma dan Jeff Bezos pernah menjadi pemimpin perusahaan pada masanya, namun waktu telah berubah dan Huang meraih kesuksesan besar dengan pendekatan yang berbeda dan tidak terlalu terlihat,” ujar Brock Silvers, Direktur Pelaksana di Kaiyuan Capital.
Perwakilan PDD tidak menanggapi permintaan komentar.
Kisah Colin Huang, Anak Ajaib Matematika
Tidak seperti Ma, guru bahasa Inggris yang berubah menjadi pendiri Alibaba, Colin Huang mewakili generasi baru wirausahawan teknologi Cina yang memulai karir mereka dengan peluang global. Pada usia 12 tahun, bakat matematikanya yang luar biasa membuatnya mendapat tempat di Sekolah Bahasa Asing elit di Hangzhou yang elit. Colin Huang menjadi teman sekelas anak-anak dari kalangan elit politik dan sosial China.
Setelah lulus dengan gelar sarjana ilmu komputer dari Universitas Zhejiang, ia meninggalkan China pada tahun 2002 untuk mengejar gelar master di Universitas Wisconsin. Dua tahun setelah lulus, Colin Huang pindah untuk membantu mendirikan Google China.
Colin Huang mendirikan perusahaan pertamanya pada tahun 2007, kemudian menjualnya pada tahun 2010 untuk memulai entitas baru yang membantu perusahaan memasarkan diri mereka sendiri di situs web seperti Taobao Alibaba atau JD.com.
Ketika infeksi telinga membuatnya pensiun pada tahun 2013, Colin Huang mencetuskan ide sebuah platform belanja bernama Pinduoduo.
PDD “bukan tentang membuat orang-orang di Shanghai merasa seperti menjalani kehidupan di Paris, tetapi memastikan bahwa orang-orang di Anhui memiliki kertas dapur dan buah-buahan segar,” kata Huang dalam sebuah wawancara dengan majalah Caijing pada tahun 2018.
“Tujuannya bukan untuk menjadi murah, tetapi untuk membuat pengguna merasa bahwa mereka mendapatkan penawaran terbaik.”
Temu
Colin Huang menjauh dari pusat perhatian setelah ia mengundurkan diri sebagai CEO PDD pada tahun 2020 dan meninggalkan dewan direksi pada tahun 2021, ketika Beijing mulai menindak perusahaan-perusahaan teknologi raksasa di Chuba. (Colin Huang mengatakan bahwa dia sedang mengejar kepentingan pribadi untuk meneliti ilmu pangan dan kehidupan, menurut surat kepada pemegang saham).
Pada saat itulah PDD - dan kekayaan bersihnya - mulai merosot. Namun Temu, platform PDD di China, mendukung pendapatan perusahaan dan menopang ‘rebound’-nya.
Temu melesat ke puncak toko aplikasi di AS setelah diluncurkan pada September 2022. Temu menargetkan orang Amerika yang lelah dengan inflasi dan produk murah tidak bermerek kiriman dari China.
PDD melaporkan pendapatan sekitar 248 miliar yuan (US$35 miliar) tahun lalu, melonjak 90% dari tahun 2022.
“Dalam ruang lingkup ekonomi seperti sekarang ini, jelas orang-orang mencari nilai terbaik untuk uang mereka, mereka mencari harga yang murah,” kata Neil Saunders, seorang analis ritel di GlobalData Retail. “Jadi, ini adalah waktu yang tepat bagi peritel yang memberikan nilai tambah seperti Temu.”
Semua itu, bersama dengan China yang membatalkan kebijakan Covid-Zero pada Desember 2022, telah mendorong lonjakan valuasi PDD.
Pada bulan November, PDD untuk pertama kalinya melampaui Alibaba sebagai perusahaan internet terbesar kedua di China. Alibaba dan PDD selanjutnya terus bersaing ketat sejak saat itu.
Jam Kerja Temu
Meski memiliki pertumbuhan yang luar biasa dan telah menarik perhatian di dalam dan luar negeri, PDD atau Temu punya persetujuan dengan para karyawannya.
Bahkan setelah penyelidikan terhadap kondisi kerja atas kematian seorang karyawan pada tahun 2021, PDD terus menuntut karyawannya bekerja dari pukul 11 pagi hingga 11 malam, enam hari seminggu, ditambah lembur.
Ini adalah budaya kerja “996” industri yang dihindari oleh perusahaan seperti ByteDance Ltd dan Alibaba setelah adanya pengawasan dari pemerintah Beijing.
Penawaran teramat murah dari Temu juga menyebabkan rasa frustrasi di antara beberapa pedagang dan penjual pihak ketiga, yang merasa bahwa raksasa e-commerce ini semakin memeras mereka.
Keadaan memuncak dalam serangkaian demonstrasi publik musim panas ini, ketika, dalam satu kasus, ratusan pemasok sekala kecil meneriakkan slogan-slogan di luar kantor Temu di Guangzhou. Mereka memprotes apa yang disebut sebagai hukuman yang tidak adil yang dipungut oleh perusahaan.
Di tempat lain, bisnisnya di AS lewat Temu tumbuh pesat. Perusahaan mengambil keuntungan dari celah perdagangan yang memungkinkan pengiriman bebas bea hingga US$800 ke AS. Temu mengirimkan paket-paket kecil dari gudangnya di China ke setiap orang Amerika. Para pelobi mendorong agar ambang batas tersebut diturunkan menjadi US$10.
Namun, PDD telah terlibat dalam promosi yang agresif, termasuk menghabiskan jutaan dolar untuk iklan Super Bowl selama 30 detik untuk Temu. PDD juga memiliki spanduk yang menarik di situs web Temu, termasuk, antara lain: “Berbelanja Seperti Miliarder.”
“Temu hari ini adalah pertumbuhan. Menarik orang ke situs, membuat mereka berbelanja. Kemudian jika mereka menjadi lebih ketagihan, mungkin mereka akan mulai lebih toleran jika kami menaikkan harga sedikit. Jadi saya pikir untuk Temu, saat ini sedang berada di era perebutan lahan,” kata Saunders.
(wep)