Sejalan dengan perputaran roda ekonomi yang positif, penerimaan negara tumbuh baik. Hal ini dibarengi dengan belanja negara yang lebih berkualitas.
“Pemerintah terus berupaya menjaga momentum pemulihan dan stabilitas perekonomian nasional. Dengan kontribusi permintaan domestik yang besar, berbagai upaya untuk mengendalikan inflasi agar tetap berada pada level moderat, menjadi sangat krusial untuk terus menjaga momentum pemulihan ekonomi dan daya beli masyarakat,” lanjut Febrio.
Sementara itu, IMF memperkirakan perekonomian global melambat dari 3,4% pada 2022 menjadi 2,8% tahun ini. Hal ini berarti terjadi penurunan 0,1 poin persentase/pp dibanding proyeksi Januari, namun kemudian membaik ke level 3,0% di 2024 atau turun 0,1 pp.
Momentum penguatan pemulihan dunia yang sempat terjadi di awal tahun, kini meredup seiring terjadinya gejolak sektor keuangan di Amerika Serikat dan Eropa. Diketahui gejolak telah memberi tekanan inflasi yang persisten tinggi. Proyeksi inflasi global 2023-2024 naik 0,4 pp dan 0,6 pp menjadi 7,0% dan 4,9%.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk beberapa negara maju dan berkembang utama, menunjukkan perlambatan pada tahun ini, dan akan kembali membaik di tahun 2024.
Negara seperti Amerika Serikat diproyeksi tumbuh 1,6% tahun ini dan 1,1% tahun 2024. Sementara Eropa diproyeksikan tumbuh 0,8% tahun ini dan 1,4% tahun 2024.
Kegagalan sistem perbankan AS dan Eropa menambah ketidakpastian outlook kedua kawasan, yang sudah mendapat tekanan berat dari inflasi dan pengetatan moneter yang agresif.
Sementara itu, India diproyeksikan tumbuh 5,9% tahun ini dan 6,3% tahun 2024. Tiongkok ekonominya akan tumbuh 5,2% tahun ini dan 4,5% tahun 2024. Pembukaan kembali Tiongkok dipercaya memberi daya dorong pemulihan ekonomi domestiknya. Namun penting dicatat, masih terjadi tekanan struktural termasuk krisis sektor properti masih membayangi Tiongkok di masa mendatang.
Ke depan, IMF melihat berbagai risiko perekonomian global masih dominan dengan potensi hard landing jika risiko semakin eskalatif. Risiko utama muncul dari tekanan sektor keuangan, utang, dan eskalasi perang di Ukraina yang dapat memicu kenaikan harga komoditas. Tak lupa, tingkat inflasi inti yang persisten tinggi, serta fragmentasi geoekonomi.
Beberapa rekomendasi kebijakan IMF dalam menavigasi perekonomian global yang semakin menantang, antara lain, kebijakan pengetatan moneter dengan tetap menjaga stabilitas keuangan. Kemudian, dukungan fiskal dapat terus diprioritaskan untuk melindungi kelompok paling rentan dengan tetap menjaga kesinambungan fiskal. Penting juga untuk menguatkan kebijakan struktural dan kerja sama multilateral demi mewujudkan perekonomian global yang lebih resilien.
Dalam menghadapi berbagai ketidakpastian, Pemerintah Indonesia klaim memiliki komitmen tinggi untuk melanjutkan berbagai kebijakan yang pruden namun tetap suportif dalam penguatan pondasi ekonomi.
Tahun lalu defisit fiskal Indonesia telah kembali ke level di bawah 3% terhadap PDB, satu tahun lebih cepat dibanding rencana awal. Ini menunjukkan sikap kehati-hatian di tengah peningkatan risiko global.
Meski demikian, APBN masih tetap memberi perhatian utama pada area-area vital seperti peningkatan kualitas sumber daya manusia, penguatan perlindungan sosial, akselerasi infrastruktur, peningkatan efektivitas desentralisasi fiskal, serta reformasi birokrasi.
“Ke depan, Pemerintah Indonesia akan terus menjalankan kebijakan yang antisipatif dalam menghadapi turbulensi perekonomian global dengan tetap mengawal rencana pembangunan jangka menengah-panjang antara lain melalui melalui reformasi struktural,” tutup Febrio.
(krz/wep)