Sektoral saham teknologi, dan saham transportasi menjadi pemberat laju IHSG dengan melemah 0,43% dan 0,30%, disusul oleh merahnya saham keuangan mencapai 0,23%. Sedangkan, saham-saham properti mengalami juga melemah 0,22%.
Sejumlah saham-saham teknologi yang menjadi pendorong pelemahan IHSG ialah saham PT Distribusi Voucher Nusantara Tbk (DIVA) yang melemah 3,98%, saham PT Sentral Mitra Informatika Tbk (LUCK) yang ambles 3,77%, dan saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) jatuh 1,96%.
Senada, saham transportasi juga tertekan mendukung pelemahan IHSG, PT Putra Rajawali Kencana Tbk (PURA) anjlok 5%, PT Jaya Trishindo Tbk (HELI) terjungkal 2,88% dan saham PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) melemah 1,64%.
Sementara indeks saham LQ45 yang berisikan saham-saham unggulan juga ikut melemah dan menetap di zona merah, dengan kehilangan 0,53% dan 4,8 poin ke posisi 903,32.
Saham-saham unggulan LQ45 yang juga bergerak pada teritori negatif antara lain, PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) terjatuh 5,18%, PT Bank Jago Tbk (ARTO) melemah 2,11%. PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) terpangkas 1,81%, dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) turun 1,79%.
Adapun sejumlah Bursa di Asia siang hari ini bergerak bervariasi. Indeks Kospi melesat 1,03%, KLCI (Malaysia) dengan kenaikan 0,49%, indeks Hang Seng Hong Kong menguat 0,22%, indeks Shanghai terapresiasi 0,16%, dan indeks Strait Times Singapura melemah 0,72%.
Menjelang keputusan Bank Sentral Amerika Serikat di September yang akan datang, akan sangat dipengaruhi oleh data Inflasi Indeks Harga Konsumen (CPI) pada pekan ini, jadi penentu sentimen pasar, usai pada pekan lalu pasar dibuat terkejut dengan aksi ‘Panic Selling’ perihal isu resesi AS.
Data inflasi yang dirilis pekan ini akan memberi kejelasan apakah kegelisahan terhentinya akan terjadinya resesi di perekonomian terbesar dunia itu, atau justru sebaliknya.
Seperti yang diwartakan Bloomberg News, dengan para trader yang berfokus pada kemungkinan resesi AS di tengah perlambatan pertumbuhan global, pasar akan sensitif terhadap data yang menunjukkan kelemahan dalam Harga Konsumen, Harga Produsen, dan Penjualan Ritel yang diperkirakan terjadi di pekan ini, kata Chris Weston, Kepala Penelitian di Pepperstone Group di Melbourne.
“Pasar masih tegang dan akan terlihat kembali terlibat dalam perdagangan resesi, dengan seruan bahwa The Fed 'Tertinggal' jika data menunjukkan pelemahan lebih lanjut,” jelasnya.
Fokus utama adalah pengumuman data inflasi Amerika Serikat yang akan terbit, yaitu inflasi Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index/CPI) juga inflasi Indeks Harga Produsen (Producer Price Index/PPI).
“Data inflasi Juli akan memberikan sinyal yang campur aduk, menyuntikkan volatilitas lebih banyak ke pasar yang masih belum stabil,” tulis Estelle Ou, Ekonom Bloomberg Economics dalam catatannya.
(fad/aji)