Bloomberg Technoz, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta para menteri Kabinet Indonesia Maju mencari penyebab utama Purchasing Manager Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang memasuki level kontraksi pada Juli 2024 yakni sebesar 49,3.
Hal itu, Jokowi sampaikan saat memberi pengantar pada rapat sidang kabinet paripurna perdana di Ibu Kota Nusantara (IKN), Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Senin 12 Agustus 2024.
“Saya ingin dicari betul penyebab utamanya dan segera diantisipasi karena penurunan PMI ini saya lihat sudah terjadi sejak 4 bulan terakhir,” tutur Jokowi saat memberi pengantar di rapat tersebut, disiarkan secara virtual melalui Youtube Sekretariat Presiden.
Ia meminta agar para Menteri Kabinet Indonesia Maju mencermati alasan penurunan PMI Manufaktur, seperti alasan dibalik permintaan domestik yang melemah apakah karena beban impor bahan baku yang tinggi karena fluktuasi rupiah.
Atau bahkan penurunan tersebut justru diakibatkan oleh serangan produk-produk impor yang masuk ke Indonesia atau biasa disebut praktik dumping.
Selain itu, terkontraksinya PMI Manufaktur pada Juli, menurut Jokowi, juga dapat diakibatkan oleh permintaan ekspor dari luar negeri yang melemah akibat gangguan rantai pasok atau perlambatan ekonomi mitra dagang utama RI.
“Sehingga kita harus bisa mencari pasar non tradisional dan mencari potensi pasar baru ekspor kita,” ucap Jokowi.
Ia juga menekankan pentingnya belanja produk lokal dan penggunaan bahan baku lokal untuk memperkuat industri manufaktur RI. Lebih lanjut, Jokowi juga menegaskan industri dalam negeri harus dilindungi oleh pemerintah.
“Agar dilihat betul diwaspadai betul secara hati-hati karena beberapa negara di Asia PMI-nya juga berada di angka dibawah 50 yaitu, Jepang 49,2, Indonesia 49,3, RRT [China] 49,8, Malaysia 49,7,” ucap Jokowi.
Ia menyebut, PMI Manufaktur RI sempat berada di level ekspansif selama 34 bulan berturut-turut sebelum akhirnya turun dan berada di bawah angka 50 atau memasuki level kontraktif.
“Komponen yang mengalami penurunan paling banyak itu di sektor produksi yaitu -2,6, kemudian pesanan baru atau order baru -1,7, dan employment -1,4,” ujar Jokowi.
Sebagai informasi, indeks diukur dengan angka 50 sebagai penanda zona ekspansi. Bila di angka 50 atau di atasnya, maka aktivitas manufaktur masih ekspansif atau bertumbuh positif. Sebaliknya bila di bawah 50, artinya aktivitas turun atau terkontraksi (tumbuh negatif).
Sebelumnya, S&P Global mengumumkan, indeks manufaktur PMI Manufaktur Indonesia pada bulan Juli turun ke zona kontraksi di 49,3, dari posisi 50,7 di bulan Juni. Indeks Juli tersebut menjadi yang terendah sejak Agustus 2021.
Indeks produksi (output) terperosok ke 48,8 pada Juli, dibandingkan 51,4 pada bulan Juni. Sementara pemesanan baru juga jatuh ke level terendah sejak Agustus 2021.
"Perlambatan pasar secara umum mendukung memburuknya kondisi operasi selama Juli, dengan angka pesanan baru menurun dan produksi juga turun untuk pertama kalinya dalam lebih dua tahun terakhir, ”kata Paul Smith, Economics Director di S&P Global Market Intelligence dalam pernyataannya awal bulan ini.
“Para produsen melakukan kehati-hatian dengan aktivitas pembelian yang berkurang dan penurunan lapangan kerja pada tingkat tercepat sejak September 2021," lanjut Paul.
(azr/frg)