Seperti yang diwartakan Bloomberg News, dengan para trader yang berfokus pada kemungkinan resesi AS di tengah perlambatan pertumbuhan global, pasar akan sensitif terhadap data yang menunjukkan kelemahan dalam Harga Konsumen, Harga Produsen, dan Penjualan Ritel yang diperkirakan terjadi di pekan ini, kata Chris Weston, Kepala Penelitian di Pepperstone Group di Melbourne.
“Pasar masih tegang dan akan terlihat kembali terlibat dalam perdagangan resesi, dengan seruan bahwa The Fed 'Tertinggal' jika data menunjukkan pelemahan lebih lanjut,” jelasnya.
Mengutip CME FedWatch Tools, The Fed diperkirakan sudah tidak mungkin lagi mempertahankan suku bunga acuan di level tertinggi saat ini. Pilihan yang ada adalah pemangkasan 25 basis poin (bps) atau 50 bps.
Peluang penurunan Federal Funds Rate sebesar 25 bps menjadi 5,00% – 5,25% pada September adalah 53,5%. Adapun probabilitas pengguntingan mencapai 50 bps adalah 46,5%.
Fokus utama adalah pengumuman data inflasi Amerika Serikat yang akan terbit, yaitu inflasi Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index/CPI) juga inflasi Indeks Harga Produsen (Producer Price Index/PPI).
Dua data itu akan menjadi data pivotal setelah sepanjang pekan lalu pasar menghadapi turbulensi hebat pasca rilis data Klaim Pengangguran AS yang lebih tinggi ketimbang prediksi, memicu kekhawatiran akan terjadinya resesi di perekonomian terbesar dunia itu.
“Data inflasi Juli akan memberikan sinyal yang campur aduk, menyuntikkan volatilitas lebih banyak ke pasar yang masih belum stabil,” tulis Estelle Ou, Ekonom Bloomberg Economics dalam catatannya.
Tim Research Phillip Sekuritas memaparkan, kekhawatiran mengenai kondisi kesehatan Ekonomi AS mulai berkurang setelah data pasar tenaga kerja AS terbaru memperlihatkan penurunan jumlah orang yang mengajukan tunjangan pengangguran minggu lalu.
“Akibatnya, pelaku pasar juga memperkecil ekspektasi mereka atas pemangkasan suku bunga secara agresif oleh Bank Sentral AS (Federal Reserve) tahun ini,” mengutip riset harian Tim Research Phillip Sekuritas.
(fad)