Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Skandal Jiwasraya dan Asabri mungkin bisa dibilang berakhir dengan dijatuhinya vonis kepada dua aktor utama, Benny Tjokrosaputro atau Bentjok dan Heru Hidayat. Namun, masih ada pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan pemerintah terkait pengalihan saham sitaan Kejaksaan Agung (Kejagung).

Ihwal penyitaan 21 saham terkait kasus Jiwasraya dan Asabri, tak lepas dari modus yang dilakukan kedua tersangka. Bentjok dan Heru Hidayat memanipulasi perdagangan sejumlah saham.

Harga saham-sahamnya naik signifikan, tapi secara fundamental tidak sesuai dengan pergerakan harganya. Bahkan, beberapa diantaranya tidak layak untuk investasi.

Kebanyakan saham juga tidak likuid. Tapi, saham tersebut bisa 'seolah' likuid lantaran transaksi semu yang dilakukan Bentjok dan Heru Hidayat. Transaksi semacam ini dilakukan dengan cara memasang posisi jual dan dibeli oleh nominee yang sebenarnya adalah orang yang sama.

Sehingga, saham yang bersangkutan seolah-olah banyak yang mengantre dan harganya terkerek naik. Transaksi itu dilakukan menggunakan uang Jiwasraya dan Asabri.

Awal tahun ini, pengadilan menjatuhkan vonis seumur hidup kepada Bentjok atas kasus Jiwasraya. Dia dinilai merugikan negara hingga Rp 16,81 triliun. Bentjok juga dijatuhi pidana tambahan, yaitu membayar uang pengganti sebesar Rp 6,09 triliun. 

Ia diminta uang pengganti Rp 5,73 triliun atas kasus Asabri. Namun, Bentjok divonis nihil dalam kasus ini lantaran sudah menerima vonis terberat di kasus Jiwasraya.

Heru Hidayat dijatuhi vonis serupa pada kasus Asabri. Bedanya, Heru diminta uang pengganti Rp 12,64 triliun sebagai pengganti kerugian yang ditimbulkan dalam kasus ini. Untuk kasus Asabri, Heru juga dijatuhi vonis seumur hidup.

Masih Berada di Kejaksaan

Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masih menunggu keputusan pengadilan terkait penentuan terhadap saham-saham yang disita Kejagung. CQ adalah pihak yang secara spesifik ditunjuk dalam suatu hubungan hierarki.

“Masih di pengadilan, kita masih menunggu apakah (dialihkan) ke negara atau Jiwasraya. Sebagian masih di pengadilan tinggi, ada yang di pengadilan negeri belum selesai,” kata Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kartika Wirjoatmodjo saat ditemui usai rapat dengan Komisi VI DPR RI pada Rabu (12/4/2023). 

Terkait mekanisme penyerahan, Kartika mengatakan saham-saham tersebut nantinya diserahkan kepada pihak yang ditunjuk oleh pengadilan tanpa melalui Kementerian BUMN.

“Kalau ke Jiwasraya, maka akan diserahkan ke jiwasraya tapi ini belum tuntas. Tidak mungkin [melalui Kementerian BUMN] karena CQ pilihannya hanya negara Kementerian Keuangan atau Jiwasraya,” jelasnya.

Tiko sebelumnya mengatakan, pihaknya akan memilah mana saham yang likuid dan tidur. Saat likuid, maka bisa dijual, namun pabila tidak, perlu ditangguhkan terlebih dahulu.

Barang 'Bobrok'

Sebagian saham sitaan yang akan dikembalikan masih memiliki fundamental. Namun, tak sedikit saham yang sudah dalam kondisi yang buruk.

Sebagai contoh, saham PT Hanson International Tbk (MYRX). Berdasarkan keterbukaan informasi per 1 Maret 2022, perusahaan milik Bentjok ini masih mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan pailit yang sebelumnya dijatuhi oleh Mahkamah Agung (MA) pada 8 Juni 2021.

Saham MYRX sendiri sudah sangat memenuhi syarat untuk dihapus dari papan perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI). Pasalnya, suspensi saham ini telah mencapai 36 bulan, jauh melampaui batas 24 bulan.

Saham PT Kertas Basuki Rachmat Tbk (KBRI) juga masuk daftar potensi kuat delisting. Bahkan, saham ini telah disuspensi selama 42 bulan. KBRI juga tercatat berkali-kali telat menyampaikan laporan keuangan. Bahkan, pada 2018, pendapatan KBRI tersisa Rp 2,87 miliar dari capaian tahun sebelumnya yang sebesar Rp 144 miliar.

Saham PT Sigmagold Tbk (TMPI) resmi didepak dari BEI pada November 2019. Sebelum didepak, TMPI berkali-kali tidak menyampaikan laporan keuangan, tidak menyelenggarakan public expose dan memiliki kinerja keuangan yang buruk.

(dhf/wep)

No more pages