Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mendesak adanya pihak yang bertanggung jawab atas pembengkakan biaya atau cost overrun sebesar US$1,2 miliar dengan bunga pinjaman hingga 3,4% atas proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB).

Bunga pinjaman ini sebelumnya gagal dinegosiasikan turun oleh Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang sempat bertemu dengan pihak China pekan lalu.

Anggota Komisi V DPR RI Suryadi Jaya Purnama mengatakan harus ada pihak yang bertanggungjawab terhadap pembengkakan nilai anggaran proyek, terlebih jika ditemukan adanya unsur penyalahgunaan wewenang sehingga menguntungkan diri sendiri atau orang lain dan korporasi.

“Harus ada pihak yang bertanggung jawab atas kerugian ini. Sebab akibat dari kelalaian dan ketidaktelitian ini maka konsorsium BUMN yang menjadi pemilik proyek kereta cepat ini harus menanggung utang dengan bunga yang tinggi,” katanya Kamis (12/4/2023).

Anggota dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengaku khawatir dengan pembengkakan tersebut maka harus harus ada lagi suntikan dana penyertaan modal negara atau PMN yang diambil dari APBN untuk konsorsium BUMN.

“Apalagi saat ini masalah penjaminan proyek masih menjadi bahan negosiasi dengan Cina. Jika Pemerintah kalah lagi dalam negosiasi terkait penjaminan ini, maka rakyat lagi yang akan dirugikan,” papar dia.

Ia pun mengingatkan, bahwa pernah ada kasus proyek Hambalang yang anggarannya membengkak dari semula Rp125 miliar menjadi Rp2,5 triliun. Kasus ini sendiri akhirnya menyeret seorang mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) saat itu ke penjara.

“Hal ini karena dinyatakan terbukti menyalahgunakan wewenang sehingga menguntungkan diri sendiri dengan melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP,” ucapnya.

Jalur Kereta Cepat Jakarta-Bandung, bagian dari proyek infrastruktur pemerintah Presiden Joko Widodo, masih dalam pembangunan (Bloomberg)

Tanggung Jawab Konsorsium

Menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira pembengkakan nilai proyek kereta cepat seharusnya menjadi tanggungjawab pihak konsorsium dan kreditur. Sesuai porsi kepemilikan saham, Konsorsium Indonesia akan menanggung 60% pembengkakan, sedangkan China menanggung 40%.

“Sebenarnya yang harus digugat tanggung jawab cost overrun itu ada pada kreditur dan konsorsium. Jadi masalah negosiasi bunga kan, satu bunganya mahal yang kedua ada agunan dari APBN dan itu yang jelas membuat beban fiskal semakin berat,” tuturnya kepada Bloomberg Technoz.

Seperti diketahui, pengerjaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung berada di bawah tanggung jawab PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). KCIC merupakan perusahaan patungan antara konsorsium BUMN, PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan konsorsium perusahaan perkeretaapian China, Beijing Yawan HSR Co.Ltd dengan skema business to business (B2B). 

Konsorsium BUMN yang terlibat dalam pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung yakni PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Perkebunan Nusantara III (Persero) atau PTPN, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PT KAI (Persero). Adapun KAI ditunjuk sebagai pemimpin konsorsium BUMN.

Pemerintah bisa membantu kekurangan dana ini dengan APBN melalui skeman penyertaan Modal Negara (PMN). Hal ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 yang merupakan perubahan atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015, tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta Bandung. Dalam Pasal 4 Perpres Nomor 93 Tahun 2021, Presiden RI Joko Widodo memberikan perizinan penggunaan dana APBN untuk membiayai Kereta Cepat Jakarta Bandung.

Proyek kereta modern ini sudah dimulai sejak tahun 2016 yang mulanya ditargetkan rampung pada 2019, namun beberapa hambatan membuat targetnya mundur ke 2023.

Mulanya proyek ini direncanakan memakan biaya US$ 6,07 miliar atau sekitar Rp 86,5 triliun, tetapi perhitungan terakhir diperkirakan menjadi sekitar US$8 miliar. Artinya naik sekitar US$1,9 miliar atau setara Rp 27,09 triliun. Adapun total pinjaman yang dinegosiasikan Indonesia ke China Development Bank (CDB) sebesar US$560 juta atau Rp8,3 triliun.

(evs)

No more pages