Sedang di pasar saham, setelah melepas posisi lebih dari Rp600 miliar sejak Senin, dua hari terakhir pemodal asing kembali memborong ekuitas senilai total Rp1,27 triliun, menurut data Bursa Efek Indonesia yang dikompilasi oleh Bloomberg.
Lanskap terakhir itu membuat rupiah tertinggal dari rekan-rekannya di kawasan. Sampai perdagangan siang hari ini, rupiah bersama dolar Hong Kong, serta baht Thailand keluar sebagai valuta Asia yang melemah dengan penurunan nilai mata uang Indonesia mencapai 0,21% ke level Rp15.925/US$. Selebihnya, mata uang Asia menguat.
Alhasil, bila ditutup lemah hari ini, maka reli penguatan rupiah dalam tujuh hari terakhir akan terhenti.
Menguat karena yen
Namun, meskipun ada potensi ditutup melemah sore nanti, bila menghitung pergerakan selama Agustus, rupiah membukukan penguatan 2,06% month-to-date, lompatan kenaikan nilai terbaik bila bertahan sampai akhir bulan. Rupiah hanya kalah oleh ringgit Malaysia yang menguat lebih banyak sebesar 3,33% month-to-date.
Sedangkan bila dihitung secara mingguan, rupiah sudah membukukan penguatan 1,77% week-to-date, menurut hitungan Bloomberg. Capaian itu juga menjadi yang terbaik kedua di Asia, setelah ringgit yang menguat 1,87% pada periode yang sama.
Menurut analis, penguatan rupiah pekan ini terutama karena terimbas reli penguatan yen selama Juli yang mencapai 10% dan telah membuat para penggemar carry trade 'kebakaran jenggot'.
"Di tengah terbatasnya arus masuk asing di pasar saham dan obligasi domestik, kami melihat hal ini [penguatan rupiah] hanya sebagai reaksi terhadap penguatan ekstrem yen Jepang yang terapresiasi hingga 10% Juli lalu karena keputusan BoJ menaikkan bunga," kata Head of Research Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro dan Analyst Drewya Cinantyan dalam catatannya yang dirilis Jumat.
Yen Jepang memberi bobot 12% dalam keranjang nilai tukar efektif (Nominal Effective Exchange Rate/NEER), terbesar kedua setelah yuan Tiongkok. Dengan kata lain, Japanese yen memiliki pengaruh besar terhadap fluktuasi rupiah, bahkan lebih besar dibandingkan euro, dolar Amerika dan dolar Singapura, mengingat besarnya perdagangan RI dengan Jepang.
"Rupiah masih bisa terpengaruh oleh posisi dovish bank sentral Jepang dan bank sentral China, sebagai konsekuensi dari pelemahan mata uang mereka," jelas analis.
Permodelan yang digunakan analis memperlihatkan, nilai rupiah saat ini masih overvalued hingga 2% berdasarkan NEER. Nilai wajar rupiah menurut permodelan itu adalah di kisaran Rp16.221/US$, kata analis.
"Model ini mengukur nilai mata uang perdagangan yang optimal mendukung ekspor dan mengendalikan impor. Penghitungan itu terbukti akurat ketika memberi indikasi risiko nilai tukar menembus Rp16.000/US$ sejak tahun lalu ketika rupiah masih berada di kisaran Rp15.500-Rp15.800/US$," jelas Satria.
Sepanjang tahun ini, rupiah masih membukukan pelemahan 3,40% karena pada akhir tahun lalu mata uang ini ditutup di Rp15.397/US$.
Selama tujuh hari terakhir rupiah membukukan kinerja apik dengan penguatan beruntun bahkan ketika pasar saham global rontok karena ketakutan terhadap resesi Amerika dan ditinggalkannya carry trade pasca putusan BoJ mengerek bunga acuan.
Kini, pasar sudah lebih tenang ketika BoJ akhirnya menyerah pada tekanan pasar dengan memberikan penegasan bahwa kebijakan mereka akan kembali dovish.
Pada saat yang sama, data terbaru dari AS yang sedikit mengurangi kecemasan resesi, ditambah pernyataan bernada hawkish pejabat Federal Reserve, bank sentral AS, telah menurunkan ekspektasi pemangkasan bunga acuan The Fed.
Peluang penurunan bunga The Fed yang mengecil juga berpotensi merugikan rupiah karena penyempitan imbal hasil investasi akan kembali terjadi.
Saat ini, yield spread Indonesia dengan Amerika hanya sebesar 277 bps akibat lonjakan lagi tingkat imbalan Treasury, surat utang AS, karena sinyal hawkish terbaru. Sebelumnya, ketika ketakutan akan resesi membesar dan menaikkan taruhan terhadap penurunan bunga The Fed dalam jumlah lebih besar, sempat menjatuhkan yield Treasury hingga memperlebar yield Surat Berharga Negara menjadi lebih dari 300 bps.
(rui)