Namun, sebelumnya dia sempat mengeklaim sejak pemerintah menerapkan DMO, produsen minyak kelapa sawit menanggung selisih biaya produksi dengan HET minyak goreng senilai Rp14.000/liter yang ditetapkan pemerintah. Adapun, sebagian keuntungan yang diperoleh dari ekspor digunakan untuk menanggung selisih tersebut.
"Produsen menombok dengan margin [keuntungan] ekspor. Namun, saat ini permintaan ekspor sedang menurun dan harga minyak kelapa sawit ini turun. Kalau masih ada bea keluar dan pungutan ekspor, kami mau untung dari mana?" katanya.
Di sisi lain, Kementerian Perdagangan masih meninjau kembali kebijakan ekspor CPO dan produk turunannya untuk memastikan kecukupan pasok bahan baku bagi industri minyak goreng, selepas Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) atau periode puncak konsumsi domestik.
Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim mengatakan saat ini DMO merupakan kebijakan yang paling tepat agar masyarakat mendapatkan minyak goreng dengan harga terjagkau, khususnya masyarakat menengah ke bawah.
“[Berkat kebijakan DMO], minyak premium juga tersedia dengan cukup sehingga semua masyarakat dapat membeli sesuai dengan segmentasi dan preferensi masing-masing,” katanya kepada Bloomberg Technoz, Kamis (13/4/2023).
Isy menegaskan DMO yang berlaku saat ini –dengan target penyaluran minyak goreng rakyat sebanyak 450 ribu ton per bulan– semata ditujukan dalam rangka menghadapi potensi lonjakan konsumsi saat Ramadan dan Lebaran 2023.
“Setelah Lebaran, pasti akan dilakukan evaluasi apakah [kewajiban pasok domestik] turun atau tetap angkanya,” ujar Isy.
Dalam memutuskan rasio baru, pemerintah akan memperhitungkan realisasi penyerapan dalam negeri, ketersediaan minyak goreng di pasar lokal, serta realisasi pemenuhan kuota ekspor oleh produsen minyak sawit.
Untuk diketahui, pemerintah telah memacu distribusi minyak goreng rakyat (Minyakita) sebanyak 450 ribu ton per bulan melalui program DMO hingga periode Idulfitri tiba. Dengan kebijakan DMO saat ini, volume ekspor CPO yang diizinkan mencapai enam kali lipat dari yang dijual perusahaan minyak sawit di dalam negeri.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan sebelumnya mengatakan, harga minyak goreng di pasaran saat ini hanya turun 0,01% secara bulanan. Untuk itu, kementeriannya kembali memacu kebijakan DMO minyak kelapa sawit sepanjang Februari—April 2023.
“Sebagai langkah antisipatif periode HBKN dan peningkatan jumlah konsumen yang menggunakan Minyakita, kami telah meningkatkan target penyediaan DMO minyak goreng rakyat menjadi sebesar 450 ribu ton per bulan untuk periode Februari, Maret, dan April. Kemendag juga mengalihkan hak ekspor yang telah dimiliki produsen CPO sebagai deposit yang baru bisa digunakan pada Mei 2023,” ujar Zulkifli medio Maret.
Dia mengelaborasi realisasi DMO minyak goreng per Februari 2023 mencapai 36% lebih tinggi dibandingkan dengan penyaluran pada bulan sebelumnya, atau sebanyak 360.150 ton yang terdiri atas minyak curah 271.339 ton (75,34%) dan Minyakita 88.811 ton (24,66%).
Produksi Stagnan, Stok Turun
Dari sisi hulu, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) melaporkan produksi CPO pada awal tahun ini mencapai 3,89 juta ton alias relatif stagnan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebanyak 3,86 juta ton.
“Dibandingkan dengan produksi CPO Desember 2022 sebesar 4,3 juta ton, produksi CPO memasuki 2023 lebih rendah sekitar 9,5% yang disebabkan oleh faktor musiman,” jelas Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono dalam laporan terbarunya.
Konsumsi CPO dan palm kernel oil (PKO) untuk industri pangan hanya 793 ribu ton, anjlok dari Desember 2022 yang mencapai 901 ribu ton. Konsumsi untuk biodiesel juga turun menjadi 810 ribu ton dari 850 ribu ton, sedangkan konsumsi untuk industri oleokimia 183 ribu ton atau relatif sama dengan kondisi akhir tahun lalu.
“Dengan komposisi produksi, konsumsi, dan ekspor, stok CPO dan PKO pada awal 2023 adalah sekitar 3,1 juta ton, lebih rendah dari stok Desember sekitar 3,56 juta ton dan lebih kecil dari konsumsi dalam negeri serta ekspor untuk satu bulan,” jelas Mukti.
(wdh/roy)