Di Asia, bila menghitung penguatan selama Agustus saja sampai posisi penutupan kemarin, rupiah keluar sebagai mata uang Asia terkuat urutan dua setelah ringgit Malaysia, dengan penguatan 2,25% month-to-date.
Pada pembukaan pasar Asia pagi ini, pergerakan beberapa mata uang cenderung terbatas. Won Korea dibuka naik tipis 0,08%, sedang yuan offshore stagnan. Baht juga hanya menguat sedikit 0,02%. Sentimen di pasar ekuitas Asia masih positif bila melihat pergerakan yen yang melanjutkan pelemahan ke level 147,38 per dolar AS.
Sinyal hawkish The Fed
Gubernur Federal Reserve Bank of Kansas City Jeffrey Schmid mengisyaratkan dia belum siap untuk mendukung penurunan suku bunga dengan inflasi di atas target dan pasar tenaga kerja masih sehat, meskipun ada sedikit pendinginan.
Dalam pidatonya di Kansas Bankers Association, Schmid mengatakan penurunan inflasi baru-baru ini "menggembirakan". Laporan lebih lanjut tentang tekanan harga yang rendah akan menambah keyakinannya bahwa inflasi berada di jalur menuju target bank sentral sebesar 2%, dan karenanya menurunkan suku bunga. "Kita sudah dekat, tetapi kita masih belum sampai di sana," kata Schmid.
Para pembuat kebijakan The Fed telah menolak seruan untuk tindakan agresif menyusul laporan pekerjaan yang lebih lemah dari perkiraan pada bulan Juli, ketika perekrutan melambat tajam dan tingkat pengangguran naik ke level tertinggi dalam hampir tiga tahun.
"Secara keseluruhan, pasar tenaga kerja masih tampak sehat," kata Schmid. "Laporan ketenagakerjaan minggu lalu untuk bulan Juli membuat banyak orang mempertanyakan ketahanan ini. Namun penting untuk dicatat bahwa banyak indikator lain menunjukkan kekuatan yang berkelanjutan."
Sementara di bagian lain, Gubernur Federal Reserve Bank of Richmond Tom Barkin mengatakan bank sentral memiliki waktu untuk menilai apakah ekonomi AS mengalami normalisasi atau apakah ekonomi AS melunak, sehingga mengharuskan para pejabat bertindak lebih tegas.
Barkin mengatakan bahwa ia optimis angka inflasi akan "baik" dalam beberapa bulan mendatang dan bahwa pelebaran disinflasi baru-baru ini akan terus berlanjut.
"Saya pikir Anda memiliki waktu dalam ekonomi yang sehat untuk mencari tahu apakah ini adalah ekonomi yang secara perlahan-lahan bergerak ke kondisi normalisasi yang akan memungkinkan Anda dengan cara yang mantap dan disengaja untuk menormalkan tingkat suku bunga," kata Barkin dalam acara virtual yang diselenggarakan National Association for Business Economics. "Atau apakah ini adalah saat di mana Anda benar-benar harus bersandar pada hal tersebut."
Tadi malam, laporan klaim pengangguran AS angkanya lebih kecil ketimbang prediksi, juga turun dibandingkan data periode sebelumnya. Data itu memperkecil ekspektasi terhadap penurunan bunga The Fed pada September menjadi tinggal 25 bps dari tadinya 50 bps.
Mengecilnya ekspektasi itu mungkin akan merugikan rupiah yang diuntungkan oleh kenaikan probabilitas penurunan bunga The Fed.
Dari dalam negeri, hari ini Bank Indonesia akan merilis hasil Survei Penjualan Riil yang akan memberikan gambaran lebih baru tentang kondisi daya beli masyarakat RI pasca data pertumbuhan kuartal II-2024 memperlihatkan perlambatan ekonomi.
Analisis teknikal
Secara teknikal nilai rupiah berpotensi melemah terbatas di antara area Rp15.910-Rp15.950/US$, dengan support terkuat di level Rp15.980/US$.
Sementara trendline MA-200 pada time frame daily menjadi resistance psikologis potensial pada level Rp15.850/US$. Kemudian, target penguatan optimis lanjutan untuk dapat menguat ke level Rp15.800/US$.
Selama nilai rupiah bertengger di atas Rp15.950/US$, maka masih rupiah berpotensi melemah kembali ke Rp16.000/US$.
Sebaliknya, bila terjadi penguatan hingga di bawah Rp15.840/US$ dalam tren jangka panjang (Long-term) maka nilai rupiah berpotensi terus menguat hingga menuju Rp15.770/US$.
(rui)