Meski begitu, Josua menegaskan bahwa defisit transaksi berjalan dan defisit neraca fiskal tersebut meskipun melebar namun masih pada level yang terjaga.
“Namun harapannya ini tetap akan dalam level yang manageable sehingga tidak memberikan dampak yang negatif juga ya kepada balance of payment yang pada akhirnya berdampak kepada cadev,” pungkasnya.
Defisit transaksi berjalan RI pada akhir kuartal 1-2024 tercatat sebesar -0,51% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angkanya bisa semakin besar seiring normalisasi harga komoditas global yang berdampak pada pengecilan nilai surplus neraca dagang.
Sementara defisit fiskal tahun ini disepakati mencapai 2,7%, di mana pada Juli angka defisitnya mencapai Rp77,3 triliun atau -0,34% dari PDB.
Sebelumnya, Josua menilai defisit ganda dapat mengikis daya tarik investasi di pasar surat utang domestik bahkan ketika The Fed sudah lebih dovish. Tekanan itu bisa mengancam rupiah dan akhirnya akan menguras cadangan devisa untuk menstabilkan mata uang.
Meskipun begitu, Josua melihat peluang penguatan cadangan devisa akibat ekspektasi kebijakan Bank Sentral AS yang diperkirakan akan mulai memangkas suku bunga acuannya pada akhir tahun 2024.
“Selain itu, pertumbuhan PDB Indonesia yang relatif tangguh di 2Q24, meskipun ekonomi global melambat, memperkuat prospek positif bagi perekonomian Indonesia dan dapat menarik investasi asing langsung (FDI),” tulis Josua dalam keterangan tertulisnya, dikutip Kamis (8/8/2024).
(azr/lav)