"Kalau kita liat 2 GW itu bisa berarti sampai 11 GW peak solar, 21 GWh battery. [...] Misal 1MW sekitar sejuta, lalu 1 KWh anggaplah US$100—US$150, bisa dihitung saja. It's huge, itu di atas US$20 miliar—US$30 miliar," ujar Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin di sela BNI Investor Daily Summit 2023, Rabu (25/20/2923).
Meski demikian, Rachmat mengatakan, rencana eskpor tersebut hingga kini masih terus dibicarakan bersama dengan PT PLN (Persero). Pasalnya, proyek itu nanti bakal melibatkan perusahaan setrum negara.
Selain itu, lanjutnya, beberapa investor yang telah berniat untuk turut serta menggarap proyek tersebut pun kini sudah mulai berdatangan, seperti Trina Solar PV.
"Begitu semua sudah di-lock, saat ini sambil jalan beberapa investor sudah mulai ikut. Maksudnya bagian dari supply chain sudah pada bikin. Trina Solar sudah groundbreaking, mereka udah siap-siap sih semua, harapan kita sih kalau bisa lebih dari MoU [memorandum of understanding/nota kesepahaman], kemudian LOI [letter of intent/surat komitmen], nanti lebih detail lagi akan kita laksanakan." kata dia.
Rachmat pun menegaskan bahwa pengembang baterai dan panel surya Singapura harus membuat pabriknya di Indonesia.
Seluruh alat produksi yang bakal menghasilkan listrik rendah karbon tersebut mayoritas harus berasal dari Indonesia atau paling tidak tingkat komponen dalam negeri (TKDN) produksinya harus 60% dilaksanakan di pabrik yang berada di Indonesia.
"Baterai kalau bisa juga dibangun di Indonesia. Jadi made in Indonesia, elektronnya ke Singapura, tetapi industri Indonesia terbangun," kata Rachmat.
(dov/roy)