Generasi muda perempuan Iban dipimpin oleh Margaretha Mala. Mala telah mendirikan dua komunitas: Endo Segadok, yang menampung para penenun berpengalaman, dan Generasi Lestari, yang mendidik perempuan muda Iban tentang menenun.
Saat ini total ada 58 perempuan yang terlibat dalam komunitas penenun ini. Mereka berusaha melestarikan warisan budaya sekaligus mendukung konservasi lingkungan.
Kepastian Gerakan dari Komunitas Mala untuk Tenun
Mala dan kedua komunitasnya memahami bahwa meningkatnya peminat tenun berarti akan ada saatnya produk tenun mereka berisiko diproduksi secara massal, sehingga mengurangi nilai budaya dan konservasi.
Untuk memastikan tenun tersebut dihasilkan dengan nilai tersebut, masyarakat masih menggunakan pewarna alami yang berasal dari hutannya, sedangkan benangnya merupakan buatan pabrik karena tidak ada lagi tanaman kapas di sekitar komunitas mereka.
Mereka juga memastikan bahwa setiap tenun dibuat sesuai dengan adat istiadat mereka dan bahwa pola sakral tertentu, yang memerlukan ritual, tetap menjadi bagian dari budaya mereka dan tidak dijual kepada pelanggan.
Adopsi Kain Tenun
Gerakan para perempuan ini menggunakan kata 'mengadopsi' dibandingkan 'membeli' kain tenun, menekankan hubungan unik antara penenun dan orang-orang yang memutuskan untuk mengadopsi produk tersebut.
Pendekatan ini menumbuhkan rasa keterhubungan dan tanggung jawab, karena orang yang mengadopsinya akan menjadi penjaga budaya Iban di tahun-tahun mendatang.
Selain proses menenun, Mala dan komunitasnya memberikan akses kepada mereka yang ingin mempelajari lebih lanjut tentang tenun dan tradisi Iban, terutama hubungannya dengan alam.
Mereka membuat tur yang dirancang agar masyarakat dapat mempelajari secara komprehensif tentang kain, budaya, lingkungan, dan orang-orang yang menenunnya. Mala percaya bahwa berpartisipasi dalam tur ini memberikan apresiasi yang lebih dalam kepada individu terhadap upaya konservasi masyarakat Iban.
Namun, masyarakat menghadapi keterbatasan tertentu, termasuk dalam menenun dan meningkatkan kesadaran mengenai usaha mereka; itulah sebabnya ada upaya multi-sektoral yang dilakukan oleh sektor lokal, nasional, dan nirlaba untuk meningkatkan visibilitas dan mendorong lebih banyak perempuan Iban untuk menenun.
Upaya ini memberikan ruang bagi masyarakat untuk menampilkan tenunnya di tingkat lokal dan internasional, meningkatkan kesadaran tentang tenun dan upaya yang dilakukan masyarakat.
Hal ini penting karena meskipun tenun telah menjadi tradisi Indonesia, namun ada pasang surutnya; Namun, upaya untuk meningkatkan kesadaran tentang Tenun telah memungkinkan lebih banyak orang mengapresiasi karya seni ini.
Menghasilkan Pendapatan Alternatif bagi Masyarakat
Dengan menciptakan kegiatan ini, Mala dan komunitasnya juga telah menghasilkan pendapatan alternatif dan memberdayakan perempuan muda Iban untuk menjadikan menenun atau mengatur tur sebagai pekerjaan penuh waktu mereka.
Bagi laki-laki Iban, hal ini tidak hanya memberikan mata pencaharian alternatif tetapi juga meningkatkan taraf hidup mereka karena mereka memiliki alternatif selain bekerja di perkebunan.
Untuk memastikan manfaatnya bagi masyarakat, setiap pendapatan akan dibagi di antara anggota masyarakat untuk memastikan bahwa semua orang mendapat manfaat dari tenun tersebut.
Saat ini, tenun yang diproduksi Mala dan komunitasnya berharga Rp3 juta dan bisa mencapai Rp10 juta (US$300 hingga US$700).
“Kami berharap upaya dan hasil tenun kami dapat bermanfaat untuk komunitas, baik kami sendiri maupun komunitas lainnya di Indonesia atau di negara lain. Semoga produk budaya yang dihasilkan, terutama batik dan tenun, serta masyarakat yang membuatnya dapat dianggap perlu untuk dijaga keberlanjutannya,” kata Margaretha Mala dari kutipan rilis yang diterima.
(dec/spt)