Logo Bloomberg Technoz

“Dalam hal ini, dalam konteks untuk stabilitas makro kita, dampaknya sementara ini kita lihat mostly adalah positif. Di mana kalau suku bunga kebijakan Amerika itu diturunkan, maka membuat tekanan untuk capital outflow harusnya bisa berkurang,” kata Febrio.

Krisis Sub-Prime Mortgage

Namun belajar dari pengalaman, resesi ekonomi AS tidak berdampak positif bagi Indonesia. Justru ekonomi Indonesia akan melambat.

Pada 2007-2009, ekonomi AS jatuh ke jurang resesi akibat krisis di pasar keuangan gara-gara ledakan gelembung sekuritisasi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang akrab disebut sub-prime mortgage. Puncaknya. produk Domestik Bruto (PDB) Negeri Adikuasa pada 2009 mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) 2,6%. AS mengalami periode terkelam sejak Depresi Besar pada 1930-an.

Bank sentral Federal Reserve tidak tinggal diam. Ben Shalom Bernanke, Gubernur The Fed kala itu, secara agresif memangkas suku bunga acuan karena resesi membikin inflasi jatuh dan tingkat pengangguran melonjak.

The Fed memulai siklus pelonggaran moneter pada September 2007, dengan menurunkan suku bunga acuan 50 basis poin (bps) ke 4,75%. Kurang dari setahun kemudian, Federal Funds Rate sudah dipangkas 275 bps.

Pada Desember 2008, suku bunga acuan Negeri Adikuasa sudah berada di level terendah sepanjang masa yaitu 0-0,25%. Ini baru terulang lagi ketika dunia dilanda pagebluk Covid-19.

Indonesia Tidak Baik-baik Saja

Lalu saat AS resesi dan suku bunga dipotong sampai hampir habis, apa kabar ekonomi Indonesia? Apakah baik-baik saja dan malah melesat?

Sayangnya tidak. Perlu diingat bahwa AS adalah perekonomian terbesar di dunia. 

Mau tidak mau, suka tidak suka, harus diakui bahwa AS adalah sang kepala naga. Saat sang naga masuk ke air, kepalanya akan terbenam lebih dulu dan kemudian seluruh badannya mengikuti.

Itulah yang terjadi pada 2007-2009. Krisis ekonomi di AS menjelma menjadi krisis keuangan global, Global Financial Crisis alias GFC. Pada 2009, ekonomi global mengalami kontraksi 1,3%.

Indonesia tidak luput dari tekanan. Pada 2009, ekonomi Indonesia memang masih tumbuh 4,5%. Namun melambat signifikan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 6,1%.

Pada 2009, ekspor mengalami kontraksi 9,7% seiring anjloknya aktivitas perdagangan dunia akibat GFC. 

Sementara nilai tukar rupiah pun melemah. Sepanjang 2008, rata-rata kurs rupiah adalah Rp 9.896,98/US$, melemah 8,27% dibandingkan tahun sebelumnya. Pada 2009, rupiah membukukan depresiasi 4,98%.

Di pasar keuangan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) longsor hingga lebih dari 50% pada 2008. Kemudian imbal hasil (yield) surat utang negara tenor 10 tahun meroket hampir 2.000 bps.

Oleh karena itu, resesi AS sebaiknya jangan dianggap remeh. Belajar dari pengalaman 2007-2009, resesi AS sangat mungkin berdampak negatif buat Indonesia.

"Kita harus lihat Amerika itu bisa dihitung sendiri porsi sumbangan ke PDB dunia masih besar, hampir 20%,” tutur Rangga Cipta, Kepala Ekonom Mandiri Sekuritas.

Dengan begitu, lanjut  Rangga, apabila ekonomi AS resesi maka secara langsung akan menyeret perekonomian dunia. Indonesia juga akan terdampak perlambatan ekonomi global

Kemungkinan Resesi AS

Kemungkinan akan terjadinya resesi di AS memang tidak main-main. JPMorgan Chase & Co sekarang melihat peluang 35% bahwa ekonomi AS akan mengalami resesi pada akhir tahun ini, naik dari 25% pada awal bulan lalu.

Berita-berita di AS "mengisyaratkan pelemahan yang lebih tajam dari yang diperkirakan dalam permintaan tenaga kerja dan tanda-tanda awal pemangkasan tenaga kerja," tulis para ekonom JPMorgan yang dipimpin Bruce Kasman dalam catatan untuk para kliennya pada Rabu (7/8/2024).

Tim tersebut mempertahankan peluang resesi pada paruh kedua tahun 2025 sebesar 45%. 

JPMorgan sekarang melihat hanya 30% kemungkinan The Fed akan mempertahankan suku bunga "tinggi untuk waktu yang lama," dibandingkan dengan penilaian 50-50 baru-baru ini.

Namun, Bahana Sekuritas dalam risetnya menilai risiko resesi AS masih jauh. Meski pasar tenaga kerja menciut, tetapi angkanya tidak terlampau buruk.

Pada Juli, perekonomian AS menciptakan 114.000 lapangan kerja non-pertanian (non-farm payroll). Ini menjadi yang terendah dalam 3 bulan terakhir.

“Angka 114.000 tidaklah buruk. Tidak ada resesi saat non-farm payroll berada di bawah 100.000 seperti yang terjadi pada 2012, 2013, 2015, 2016, 2017, 2018, dan 2019 saat suku bunga acuan tinggi dan The Fed dipandang sangat hawkish,” tulis riset Bahana.

(aji)

No more pages