Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (Apsyfi) Redma Gita Wiraswasta, menilai bahwa penetapan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) impor untuk produk kain melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 48/2024 sudah sangat terlambat dan menunjukkan buruknya kinerja Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

"Ini memang sudah hampir 2 tahun kita tunggu, sudah sangat terlambat karena sudah banyak pabrik tutup baru PMK ini terbit. Padahal hal ini sudah menjadi rekomendasi Kementerian Perdagangan [Kemendag] dan Kementerian Perindustrian [Kemenperin] sejak 2022," ungkap Redma kepada Bloomberg Technoz, dikutip Kamis (8/8/2024).

"Ini menunjukkan buruknya kinerja Kemenkeu yang tidak mau mendengarkan kementerian teknis dan merasa bisa jumawa memiliki kewenangan.”

Meski demikian, tarif yang direkomendasikan dalam PMK No. 48/2024, jelas Redma adalah hasil penyesuaian berdasarkan rekomendasi Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI). Oleh karena itu tarif ini menurutnya sudah cukup adil diterapkan, tetapi pelaksanaan di lapangan menjadi kunci utama keberhasilannya.

Ilustrasi produk tekstil. (SeongJoon Cho/Bloomberg)

"Jangan sampai PMK ini dipencundangi sendiri oleh Kemenkeu melalui kinerja buruk Bea Cukai," jelasnya. "Selama Bea Cukai dan Menkeu melegalkan praktik impor borongan, PMK ini akan menjadi percuma.”

Indonesia kembali menerapkan tarif tambahan untuk impor kain. Kebijakan ini seiring upaya melindungi industri lokal dari barang-barang murah yang kebanyakan berasal dari China. Pembaruan tarif diatur melalui PMK No.48/2024 yang akan mulai berlaku tanggal 9 Agustus 2024, dan berlaku untuk masa tiga tahun.

Lima jenis kain impor dari 124 negara akan terkena aturan baru ini. Sementara itu, seluruh jenis kain impor dari China, Hong Kong dan Korea Selatan akan dikenai tarif tambahan tersebut.

Kebijakan tarif sebelumnya berakhir pada 2022 dan diterapkan sebagai jawaban atas keluhan dari industri tekstil Indonesia yang mengalami kesulitan akibat impor kain murah.

Tarif serupa juga diterapkan untuk karpet impor yang akan mulai berlaku mulai 20 Agustus dan akan berlaku selama tiga tahun. Produk-produk asal Vietnam dan Thailand, yang sebelumnya mendapat pengecualian dari tarif ini, akan terkena aturan baru tersebut.

Tarif tertinggi untuk kain impor kini sebesar Rp10.261 per meter di tahun pertama. Di aturan sebelumnya tarif maksimumnya adalah Rp10.635 per meter.

Untuk karpet, bea impor di tahun pertama adalah Rp74.461 per meter persegi, turun dari Rp85.679 per meter persegi di aturan lama. Kedua tarif ini akan turun di tahun-tahun berikut.

Selain tekstil, pemerintah Indonesia juga sedang menyelidiki impor produk lain yang bisa dikenai kebijakan tarif seperti ini.

(prc/roy)

No more pages