Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Kementerian Perindustrian mengatakan PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) dan PT Gunbuster Nickel Industri (GNI), selaku unit bisnis dari Jiangsu Delong Nickel Industry Co yang tengah menghadapi permintaan restrukturisasi utang, tetap memainkan peran penting dalam sektor penghiliran atau hilirisasi nikel di Indonesia.

Plt Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika menjelaskan, berdasarkan data Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) 2023, kedua perusahaan tersebut telah melakukan ekspor hasil produksinya, yang mencakup 654 ribu ton FeNi dengan nilai sekitar Rp10,7 triliun dan 1,32 juta ton NPI dengan nilai sekitar Rp27,7 triliun. 

“Ini menandakan bahwa produk hilir yang dihasilkan memiliki permintaan yang kuat di pasar internasional, berkontribusi signifikan terhadap penerimaan ekspor Indonesia,” ujar Putu kepada Bloomberg Technoz, dikutip Kamis (8/8/2024).

Adapun, PT VDNI memiliki kapasitas produksi feronikel (FeNi) sebesar 1 juta ton per tahun, dengan konsumsi bijih nikel saprolit dalam negeri mencapai 7 juta ton pada 2023. 

Sementara itu, PT GNI memiliki kapasitas produksi Nickel Pig Iron (NPI) dengan kadar nikel 10,5-11,5%, mencapai 1,9 juta ton, dengan konsumsi bijih nikel saprolit hingga 16 juta ton pada 2023.

Dengan demikian, Putu berharap proses restrukturisasi utang yang dihadapi Jiangsu Delong di China dapat diselesaikan dengan baik tanpa berdampak pada operasional PT VDNI dan PT GNI di Indonesia yang mempekerjakan sekitar 20.322 tenaga kerja oleh kedua perusahaan tersebut.

Menurut Putu, Kemenperin memantau dengan cermat perkembangan laporan mengenai Jiangsu Delong, yakni pemilik PT VDNI dan PT GNI, yang sedang menjalani proses restrukturisasi utang di China.

“Situasi ini terjadi di tengah upaya intensif pemerintah untuk mendorong hilirisasi nikel, yang merupakan bagian dari strategi nasional untuk meningkatkan nilai tambah komoditas mineral melalui hilirisasi industri untuk memperkuat ekonomi nasional,” ujar dia. 

Menurut dia, investasi hilirisasi nikel, khususnya dari China, telah mendorong pembangunan fasilitas pengolahan nikel yang penting untuk memenuhi permintaan global. 

Di sisi lain, dampak kepada ekonomi nasional masih bisa ditingkatkan melalui upaya transfer teknologi dan peningkatan kapasitas industri dalam negeri termasuk mendorong pengembangan industri hilir yang lebih maju, seperti pembuatan komponen baterai dan produk bernilai tambah lainnya. 

“Dengan demikian, Indonesia diharapkan tidak hanya menjadi pemasok bahan baku, tetapi juga produsen produk akhir, yang akan memperkuat posisi dalam rantai pasok global dan memberikan manfaat ekonomi yang lebih besar bagi negara,” ujar dia. 

Sebelumnya, Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan (Perhapi) Rizal Kasli menilai permintaan restrukturisasi utang Jiangsu Delong Nickel Industry Co ke pengadilan China oleh salah satu krediturnya bisa berdampak pada unit bisnisnya di Indonesia.

Hal ini bisa terjadi bila arus kas Jiangsu Delong Nickel Industry Co menjadi negatif akibat tidak adanya dukungan dari pemasok, jasa, dan kreditur lainnya; sehingga memengaruhi kemampuan perusahaan untuk melakukan pembayaran kepada pemasok dan jasa.

Lalu, bila pada akhirnya Jiangsu Delong Nickel Industry Co kolaps, kemungkinan besar bakal dilakukan merger atau akuisisi terhadap aset mereka di Indonesia untuk mendapatkan dana tambahan dan menutupi pembayaran kepada kreditur.

(dov/frg)

No more pages