Terlebih, pada sisi global ia mewaspadai proses pemilihan umum (pemilu) yang berlangsung di AS. Pasalnya, terdapat survei yang menyatakan calon presiden Donald Trump merupakan capres unggulan dalam pemilu kali ini.
Sebab, narasi yang diusung oleh Trump mengisyaratkan bahwa dirinya akan menaikan tarif impor barang terutama yang berasal dari China.
“Ini ada spillovernya ke Indonesia, ekspor Indonesia ke China turun. Ini kenapa ke trade balance bisa tertekan akan hal ini,” katanya.
Ia mencontohkan, pada 2018-2019 lalu saat pembatasan ekspor tersebut terjadi maka ekspor Indonesia ke China juga turut mengalami penurunan. Maka jika Trump terpilih, Rangga menilai akan sangat berdampak terhadap kinerja ekspor RI.
Sementara Penanaman Modal Asing (PMA/FDI), Rangga memprediksi bahwa dari sebelumnya sempat melambat akibat investor masih wait and see akan segera kembali pulih, menyusul kepastian transisi pemerintahan yang berlangsung.
“Tapi biasanya akan menguat menjelang berakhiran pemilu dan setelahnya. Nah kita lihat memang dari data yang ada sampai kuartal 1, itu Foreign Direct Investment sudah menguat,” ucap Rangga.
Sebagai informasi, pada 26 Juli 2024 lalu rupiah melemah ke level Rp16.290/US$ pada penutupan pasar spot pada hari itu, mencerminkan pelemahan 0,62% dibanding posisi pekan sebelumnya.
Pelemahan rupiah pekan itu menjadi yang terburuk di Asia, disusul oleh dolar Taiwan 0,29%, rupee India 0,07%, serta peso Filipina 0,01%, berdasarkan data yang dikompilasi oleh Bloomberg. Selebihnya, mata uang Asia cenderung bergerak menguat selama sepekan tersebut.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) memperkirakan transaksi berjalan pada 2024 berada dalam kisaran defisit 0,1%-0,9% terhadap PDB. Di sisi lain, bank sentral memperkirakan neraca transaksi modal dan finansial mencatatkan surplus.
(azr/lav)