Selain itu, Hudi mengatakan ExxonMobil juga tengah melakukan studi terkait pengembangan Carbon Capture Storage (CCS).
Sekadar catatan, dalam kerja sama yang dilakukan dengan PT Pertamina (Persero) itu, kedua belah pihak bakal melanjutkan kerja sama untuk evaluasi CCS Hub di bagian barat laut Jawa, tepatnya di Cekungan Asri dan Cekungan Sunda.
“Jadi, kalau secara investasi, setidaknya kita melihat, trennya buat ExxonMobil itu masih sangat bagus di sini,” ujarnya.
Bahkan, kata Hudi, SKK Migas juga sedang melakukan koordinasi bersama dengan ExxonMobil untuk melihat potensi dan kesempatan di sektor hulu migas Indonesia.
“Dengan kemarin kita ada temuan, tiga kali ya bisa dibilang, giant discovery. Itu memberikan appetite kepada investor, termasuk major investor, untuk kembali berinvestasi di Indonesia dan mencari lapangan dan wilayah kerja [WK] baru,” ujarnya.
Kalangan pengusaha migas di Tanah Air mengkhawatirkan investor minyak dan gas bumi asal Amerika Serikat, seperti ExxonMobil, bakal menahan investasi di Indonesia bila Negeri Paman Sam benar-benar sampai memasuki fase resesi ekonomi.
Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Nasional (Aspermigas) Moshe Rizal mengatakan, bila ExxonMobil menahan untuk tidak berinvestasi pada sumur baru, maka produksi di Blok Cepu terancam mengalami penurunan.
“Sekarang sudah sulit mencari investor [hulu migas]. Kalau ada resesi [AS], akan lebih sulit lagi. Begitu ada resesi, ExxonMobil tidak akan terlalu mikir investasi lagi, mereka tidak mau terlalu banyak keluar uang karena harus disimpan. Berarti produksi Blok Cepu itu bisa turun lebih jauh lagi,” ujar Moshe kepada Bloomberg Technoz, Selasa (6/8/2024).
Sekadar catatan, ExxonMobil melalui EMCL bertindak sebagai operator untuk blok Cepu di Jawa Timur. Dilansir melalui situs resmi, EMCL telah menghasilkan lebih dari 600 juta barel produksi kumulatif minyak mentah dari Blok Cepu.
Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), hasil produksi ExxonMobil Cepu untuk status 30 Juni 2024 adalah 143.946 BOPD. Sementara, produksi pada 2023 adalah 155.444 BOPD.
Belakangan ini, beberapa ekonom mulai mengeluarkan kewaspadaan terhadap potensi resesi di AS. Ekonom Goldman Sachs Group meningkatkan kemungkinan resesi AS tahun depan menjadi 25% dari sebelumnya 15%.
Namun, mereka mengatakan ada beberapa alasan untuk tidak terlalu khawatir tentang penurunan ekonomi bahkan setelah tingkat pengangguran naik.
"Kami terus melihat risiko resesi terbatas," kata ekonom Goldman yang dipimpin oleh Jan Hatzius dalam sebuah laporan kepada klien pada Minggu (4/8/2024), dikutip Bloomberg.
(dov/ain)