Logo Bloomberg Technoz

Data ketenagakerjaan terbaru dari ekonomi terbesar di dunia tersebut menunjukkan lonjakan signifikan dalam tingkat pengangguran, dengan pekerjaan Non-Pertanian (Non-Farm Payrolls/NFP) jauh di bawah ekspektasi.

Analis Ajaib Kripto Panji Yudha memaparkan bahwa data tersebut telah memicu kekhawatiran bahwa ekonomi AS mungkin menuju resesi, prospek yang telah membuat takut investor di berbagai kelas aset.

“Penurunan Bitcoin pada Jumat kemarin menyebabkan outflow sebesar US$237,45 juta pada perdagangan ETF Bitcoin Spot, yang menghasilkan net outflow sebesar US$80,69 juta pada periode 29 Juli–2 Agustus, menghentikan tren positif yang berlangsung selama empat minggu,” mengutip riset yang diterbitkan, Rabu (31/7/2024).

Non-Farm Payrolls (NFP) di AS yang dirilis pada Jumat,  meningkat sebesar 114.000 pada Juli, menurut laporan Biro Statistik Tenaga Kerja AS. Angka ini lebih rendah dari kenaikan bulan Juni yang direvisi menjadi 179.000, dan juga dari ekspektasi pasar di angka 175.000.

Laporan tersebut juga memperlihatkan tingkat pengangguran AS melonjak menjadi 4,3% dari sebelumnya 4,1% pada Juni, dan Tingkat partisipasi angkatan kerja menguat menjadi 62,7% dari sebelumnya 62,6%.

Selain itu, tambah Panji, inflasi upah tahunan, yang diukur dari pendapatan rata-rata per jam, melambat menjadi 3,6% dari sebelumnya 3,8% pada periode yang sama.

Saat tulisan ini dibuat, Bitcoin tengah parkir pada level US$57.094 (Rp922 juta) dengan keberhasilan melaju di zona hijau dalam 24 jam. Namun tengah melemah mencapai 13,28% dalam seminggu perdagangan. “Bitcoin telah sedikit pulih,” tulis Panji.

Sementara dari sisi teknikal saat ini, Bitcoin menguji resistance US$57.000, dengan potensi akan lanjut menguat dengan kenaikan ke US$60.000 jika berhasil breakout.

Namun, jika mengalami penolakan di resistance US$57.000, ada kemungkinan turun kembali ke support US$50.000.”

“Pasar Kripto secara keseluruhan telah mengalami kerugian juga dari sisi total kapitalisasi pasar anjlok 16,45% dalam seminggu turun dari US$2,33 triliun menjadi US$1,95 triliun,” terang Panji.

Panji melanjutkan dalam riset terpisah, Indikator Stochastic Bitcoin terlihat rebound di area oversold, sementara histogram MACD indikasi masuk ke zona bearish sudah terbatas.

Dengan resistance di US$57.000, dan juga support pada posisi US$50.000.

Sentimen Pasar Aset Kripto

Di lain sisi, laporan pekerjaan dari Negeri Paman Sam telah memicu spekulasi tentang kebijakan Federal Reserve di masa mendatang. Sementara beberapa orang percaya bahwa ekonomi yang melemah dapat mendorong The Fed untuk seger memangkas suku bunga, yang berpotensi menguntungkan aset dengan pasokan tetap seperti Bitcoin dalam jangka panjang, reaksi pasar langsung adalah penghindaran risiko.

Probabilitas Federal Funds Rate dalam Rapat September (Sumber: CME FedWatch)

Namun, aksi Warren Buffett menjual sebagian besar saham Apple melalui Berkshire Hathaway, meningkatkan tekanan yang sudah ada di pada pasar keuangan global.

Selain itu, kenaikan suku bunga acuan oleh Bank of Japan menyebabkan index saham Jepang mendekati wilayah bear-market.

Ketidakpastian mengenai hasil pemilihan Presiden AS mendatang, dan popularitas Kamala Harris, yang kurang mendukung Aset Kripto dibandingkan dengan Donald Trump, semakin menekan sentimen pasar, di tengah penuh ketidakpastian.

Saran Analis

Investor aset kripto disarankan untuk tetap tenang dan menilai kembali strategi investasi mereka di tengah fluktuasi pasar. Diversifikasi portofolio dengan aset yang lebih stabil dapat membantu mengurangi risiko, sementara pemantauan perkembangan makro ekonomi, dan faktor eksternal seperti kebijakan suku bunga acuan serta keputusan investor besar, termasuk institusi sangat penting. 

“Pertimbangkan juga risiko dan peluang jangka panjang, karena kondisi ekonomi yang melemah dapat mempengaruhi kebijakan moneter yang mungkin menguntungkan Aset Kripto di masa depan,” tutup Panji.

(fad/wep)

No more pages