Bagi pemodal domestik, situasi pasar belakangan ini memang memicu lonjakan kepanikan. Terlebih ketika IHSG ambles hingga mendekati 4% kemarin. Meski dua hari ini indeks kembali bangkit, terlebih ditambah oleh langkah Bank of Japan melempar sinyal dovish tidak menaikkan bunga acuan, yang membuat bursa Asia terangkat naik lagi; bayang kekhawatiran terhadap pecah resesi di AS tak berarti hilang begitu saja.
Beberapa analis menilai, situasi pasar yang masih belum kondusif, membuat pilihan masuk ke aset ekuitas menjadi terlalu berisiko. Salah satu pilihan bijak yang juga ditempuh oleh investor kawakan Warren Buffet, adalah memperbanyak porsi dana tunai.
Itu supaya ketika badai di pasar telah mereda dan menyisakan aset-aset bervaluasi tinggi dengan harga murah, investor berkesempatan memborongnya dengan harga diskon. Untuk sementara, memarkir dana di aset kas atau setara kas yang risikonya kecil, mungkin jadi pilihan yang disarankan.
"Kami menilai lebih baik bagi investor untuk mengelola risiko dan menunggu sampai pasar konsolidasi. Lebih baik terlambat dan beli di harga lebih tinggi ketimbang mencoba memanfaatkan kejatuhan pasar," kata analisis Algo Research Team dalam catatannya, Senin kemarin.
Kini, dengan berkurang satu tekanan pada pasar pasca sinyal dovish BoJ pada Rabu, para pemilik dana akan kembali mengarahkan fokus ke Amerika Serikat, lebih tepatnya lagi prospek bunga acuan Federal Reserve.
Mengacu pada pergerakan pasar swap, para pemodal kini bertaruh The Fed memangkas bunga acuan hingga 100 bps pada akhir tahun menjadi 5,5%.
Pasar terbelah memprediksi langkah September. Semula The Fed diprediksi akan langsung memangkas 50 bps dalam FOMC bulan depan. Akan tetapi, probabilitasnya turun jadi 62,5% dari tadinya sempat mencapai 85%. Sebaliknya, pasar meningkatkan prediksi untuk penurunan sebesar 25 bps dengan probabilitas 37,5% pada September.
Data pivotal terdekat yang ditunggu adalah angka inflasi harga produsen dan konsumen yang baru dirilis pekan depan. Sedang pekan ini, data klaim pengangguran mungkin akan memberi gambaran lagi tentang kondisi pasar tenaga kerja di AS.
Berikut ini beberapa pilihan aset yang bisa dipertimbangkan di tengah situasi peningkatan volatilitas pasar:
Surat Berharga Negara (SBN)
Bila Anda hendak mencari instrumen yang likuid dengan imbal hasil lumayan dan risiko rendah, mungkin SBN adalah jawabannya.
Ketika pasar terbanting oleh turbulensi 'Senin berdarah' kemarin, pemodal asing menyerbu SBN hingga melakukan pembelian sebesar Rp1,35 triliun.
Pekan sebelumnya, asing membukukan posisi beli bersih di SBN sebesar Rp4,58 triliun, berdasarkan data Kementerian Keuangan yang dikompilasi oleh Divisi Riset Bloomberg Technoz.
Dalam lelang SUN kemarin, untuk seri Surat Perbendaharaan Negara (SPN) atau mirip T-Bills yang disukai oleh Warren Buffet, imbal hasil yang diberikan mencapai 6,54% untuk tenor 12 bulan.
SBN tenor panjang juga masih menawarkan yield menarik saat ini meski sudah menurun dibanding beberapa bulan lalu. SBN-10Y misalnya, saat ini memberikan imbal hasil 6,82%. Sedangkan 5Y yield-nya 6,69%.
Masuk ke SBN dan mengunci yield di level saat ini bisa jadi pilihan dengan prospek penurunan bunga acuan ke depan yang akan mengungkit harga obligasi.
Pendapatan kupon diberikan setiap 6 bulan sekali. Namun, bila investor membutuhkan dana cepat, surat berharga ini bisa dijual ke pasar sekunder karena cukup likuid.
Investasi di obligasi negara dikenakan pajak bunga obligasi sebesar 10%.
Sukuk Ritel
Dalam waktu dekat, pemerintah akan membuka penawaran kesempatan berinvestasi di SBN ritel, Sukuk Ritel seri SR021. Bila tidak ada aral melintang, masa penawaran akan dibuka pada akhir Agustus. Mengacu pada penerbitan terakhir SR020 pada Maret lalu, imbalan yang diberikan untuk tenor 3 tahun dan 5 tahun masing-masing sebesar 6,3% p.a dan 6,4% p.a
Pendapatan kupon Sukuk Ritel diberikan tiap bulan dan instrumen ini bisa dilepas ke pasar sekunder alias tidak harus dipegang sampai jatuh tempo.
Ketika sukuk dilepas ke pasar sekunder di kala harganya naik, investor bisa mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga. Alhasil, dua jenis keuntungan bisa didapatkan, yaitu pendapatan kupon dan capital gain.
Emas
Harga emas kemarin sempat ikut seret turbulensi pasar karena pemodal yang merugi akibat panic selling di pasar menjual simpanan emasnya untuk menambal kerugian di pasar ekuitas.
Namun, bukan berarti emas kehabisan pamor. Prospek penurunan bunga acuan global akan mengungkit harga emas lebih lanjut. Ketika sinyal resesi AS makin menyala, emas pun biasanya menjadi perburuan utama investor yang keluar dari aset berisiko.
Di pasar spot hari ini, harga emas melemah ke US$2.395,01 per troy ounce, pada pukul 13:40 WIB. Level harga itu sudah terkikis 3% dari posisi harga tertinggi pada 16 Juli lalu.
Penurunan harga emas dunia menyeret harga emas dalam negeri. Acuan harga jual emas produksi PT Aneka Tambang Tbk anjlok hingga ke level Rp1.399.000 per gram. Sedangkan harga pembelian kembali oleh Antam dihargai di Rp1.246.000 per gram.
Meski tertekan beberapa hari ini, cuan dari emas masih gurih. Gambarannya, bila Anda membeli emas Antam pada 7 Agustus tahun lalu saat harganya masih di Rp1,074 juta per gram, maka keuntungan yang bisa dikantongi bila menjualnya hari ini mencapai 16% dengan harga buyback sudah makin mahal. Sedangkan bila emas Antam baru dibeli pada akhir 2023, keuntungan yang bisa diperoleh investor bila menjual emasnya hari ini, mencapai 10,3%.
Membeli emas pun tidak harus di Antam. Ada banyak pilihan penjual emas batangan yang bisa ditimbang seperti emas Galeri24, anak usaha PT Pegadaian, lalu emas produksi PT Untung Bersama Sejahtera (UBS), perusahaan emas terkenal asal Surabaya, dan lain-lain.
Semakin sempit selisih antara harga jual dan harga beli kembali (buyback price), maka peluang investor mendapatkan keuntungan bersih dari investasi emas juga semakin besar.
Sedang beban pajak pembelian emas batangan, ada pungutan pajak pertambahan nilai (PPN) sesuai ketentuan saat ini yaitu 11%.
Reksa Dana
Pilihan lain yang mungkin bisa ditimbang adalah reksa dana pasar uang bagi Anda yang membutuhkan 'tempat parkir dana' yang likuid dengan cuan cukup oke.
Mengacu data Infovesta Utama, setahun terakhir, reksa dana pasar uang membukukan return 4,43% seperti dicatat oleh Infovesta Money Market Index per hari ini.
Beberapa produk reksa dana di pasar, tercatat memiliki return di atas itu. Misalnya, Bahana Likuid Plus dengan return 5,12%. Atau ada juga BRI Seruni Pasar Uang Syariah dengan return setahun ini 5,3%.
Reksa dana pasar uang terbilang likuid dengan pencairan seketika tanpa waktu tunggu bila investor membutuhkan dana. Produk ini juga tidak dikenakan subscription fee atau redemption fee. Sedang pajak reksa dana sekitar 10%.
(rui/aji)