Semasa hidupnya Haniyeh sendiri berperan penting dalam perundingan gencatan senjata yang ditengahi oleh Qatar itu.
Ketika ditanya dengan penunjukan Sinwar ini, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan pada wartawan bahwa "itu menekankan fakta bahwa memang dia yang berperan besar."
Blinken yang menyebut Sinwar "penentu utama" kesepakatan gencatan senjata mengatakan, "Ini waktu yang menentukan. Perundingan sudah mencapai titik akhir dan kami yakin ini semua akan melewati garis akhir dalam waktu dekat."
Israel yang tidak membenarkan atau membantah tuduhan bertanggung jawab atas pembunuhan Haniyeh memberi reaksi tajam terkait peran tambahan Sinwar.
Juru bicara militer Israel Avichay Adraee mengunggah komentar di X yang berbunyi: "Hanya ada satu tempat bagi Yahya Sinwar, yaitu di samping Mohammed Deif dan Marwan Issa" yang dibunuh Israel karena peran mereka dalam serangan 7 Oktober.
Sinwar memimpin biro politik Hamas pada 2017, enam tahun setelah dibebaskan dari penjara Israel dalam pertukaran tawanan antara kedua kubu yang bersiteru itu. Dia kemudian memusatkan perhatian pada program penguatan kemampuan militer Hamas sebagai persiapan menghadapi konflik yang lebih besar dengan Israel.
Mkhaimar Abusada, guru besar ilmu politik Universitas Al-Azhar, Gaza, mengatakan penunjukkan Sinwar yang mengejutkan ini merupakan pesan keras pada Israel.
"Ini adalah tantangan ke Israel dan Hamas seakan-akan mengatakan 'jika kalian membunuh Haniyeh yang cukup moderat, kami tampilkan seseorang yang lebih berhaluan garis keras," kata Abusada.
Aaron David Miller dari Carnegie Endowment for International Peace mengatakan "Sinwar dan aksi serangan 7 Oktober merupakan citra Hamas sekarang."
"Penunjukkannya membenarkan fakta yang telah kita ketahui selama berbulan-bulan--Sinwar pengendali Hamas," kata Miller, yang juga mantan juru runding Timur Tengah Departemen Luar Negeri AS.
"Hal itu juga menafikkan ilusi soal sayap-sayap radikal atau moderat Hamas. Pengangkatannya itu berarti mendukung kebijakan-kebijakannya," kata Miller.
(bbn)