“[Masalahnya] kalau kotak kosongnya menang, pilkada diulang. Itu anggaran lagi. Itu kan masyarakat jadi capek kan. Chaos di situ, konflik. Kekhawatiran apapun bisa terjadi,” ujar Adit.
“Ketika kotak kosong itu akan semakin banyak, apa iya pemerintah yang baru dan juga yang lama di masa transisi mau merelakan dalam kondisi yang sebenarnya sudah adem-ayem dia harus stand by lagi untuk konteks keamanan dan segala macam. Itu nggak mudah.”
Di satu sisi, kata Adit, elit politik memang memiliki kewenangan untuk membuat koalisi, namun dengan kewenangan itu jangan sampai mengatur masyarakat untuk menuruti kemauan elit partai.
“Belum tentu juga semuanya akan patuh. Itu kan mengebiri demokrasi,” tutur dia.
Meski belum ada payung hukum, Adit menilai partai yang tak tergabung KIM Plus namun tak bisa mengajukan calon seharusnya bisa melakukan kampanye bersama masyarakat untuk memenangkan kotak suara kosong.
“Itu kan hak warga negara. KPU ditanya juga bersedia nggak untuk memfasilitasi itu,” imbuh Adit.
Kecenderungan untuk membentuk satu koalisi besar dengan hanya satu calon semakin kuat terjadi pada daerah-daerah yang memiliki kandidat dominan. Contohnya, di Jawa Timur.
Pasangan mantan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa dan Emil Elestianto Dardak, yang memiliki tingkat elektabilitas dominan itu kini didukung oleh seluruh parpol anggota KIM, yakni Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Demokrat, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), serta satu partai nonparlemen, yakni Partai Perindo.
Hal serupa juga terjadi di Sumatera Utara. Wali Kota Medan Bobby Nasution telah mendapatkan dukungan dari delapan parpol untuk maju sebagai calon gubernur Sumatera Utara 2024. Kedelapan parpol tersebut antara lain lima parpol KIM plus PKB, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Nasdem, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Di luar itu, hanya PDIP yang tidak tergabung dalam koalisi walaupun bisa mengusung calon sendiri.
Kecenderungan serupa juga terjadi di Jawa Tengah. Sejumlah elite KIM mengklaim bakal sepakat mengusung mantan Kepala Polda Jateng Inspektur Jenderal Ahmad Luthfi sebagai calon gubernur. Sementara itu, PDIP yang bisa mengusung calon sendiri di Jawa Tengah belum mengambil keputusan.
Hal yang sama berpeluang juga terjadi di Pilkada Jawa Barat, dan Pilkada Kalimantan Timur.
(mfd/frg)