Logo Bloomberg Technoz

Kata Pakar Penemu Indikator Resesi tentang Risiko AS: Sudah Dekat

Ruisa Khoiriyah
06 August 2024 16:27

Ilustrasi aktivitas ekonomi Amerika Serikat (Sumber: Bloomberg)
Ilustrasi aktivitas ekonomi Amerika Serikat (Sumber: Bloomberg)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Kejatuhan pasar global pada Senin yang membuat nyali para pemodal jatuh ke level terendah, terpicu oleh kecemasan bahwa Amerika Serikat, negara dengan ukuran ekonomi terbesar di dunia, terancam jatuh dalam resesi pasca lonjakan tingkat pengangguran pada Juli yang mengejutkan pasar.

Khusus di Asia, ketakutan itu makin pelik karena keputusan Bank of Japan, bank sentral Jepang, mengerek bunga acuan membuat valuta carry trade favorit para investor, yen jadi terimbas. Yen yang menguat tidak disukai para pemodal. Sedang kenaikan bunga BoJ mengancam pendapatan bank-bank besar sehingga sahamnya diobral para investor. Indeks saham di Jepang pun terbanting lebih dari 12%, kejatuhan terbesar sejak periode krisis finansial global 2008.

Namun, sedikit mundur ke belakang melihat pemicu utama 'Senin berdarah' kemarin: Benarkah perekonomian AS terancam resesi dalam waktu dekat? Seorang ekonom yang namanya diabadikan sebagai salah satu indikator resesi ekonomi, menilai, AS belum masuk ke jurang resesi akan tetapi sudah dekat dengan kondisi itu.

Mengacu pada teori, resesi adalah kondisi ketika perekonomian terkontraksi alias tumbuh negatif (turun) dalam dua kuartal atau lebih berturut-turut.

Resesi terjadi ketika Produk Domestik Bruto (PDB) tercatat negatif, tingkat pengangguran meningkat dan pertumbuhan ekonomi riil tercatat negatif dua kuartal beruntun. Indonesia pernah mengalami resesi yaitu saat pandemi Covid-19 menggebuk perekonomian periode 2020-2021 silam. Resesi lebih dalam, bahkan mungkin depresi, juga pernah meletus ketika 1997-1998. Era yang dikenal sebagai krisis moneter.