"Dampak kedua kalau misalkan [resesi] AS ini, berdampak juga ke [negara-negara] Eropa. Eropa juga ada banyak perusahaan-perusahaan minyak dan gas [migas]. Apalagi kalau dampaknya jadi global, yaudah itu semua menahan diri [untuk investasi] jadinya,” ujarnya.
Impor Minyak
Selain itu, Moshe tidak menampik bahwa nilai impor minyak Indonesia bakal turun seiring dengan penurunan harga minyak karena pasokan yang berlebih (oversupply) akibat resesi AS.
Dalam kaitan itu, Brent diproyeksikan bakal bertengger lebih lama di level US$70/barel. Bahkan, Moshe menilai harga Brent bisa saja terjerembap di bawah US$70/barel bila kondisi ekonomi AS makin parah.
Moshe menggarisbawahi resesi menunjukkan kemampuan daya beli masyarakat bakal berkurang, termasuk untuk sektor energi. Dengan demikian, konsumsi energi akan turun dan terdapat kemungkinan oversupply.
“Jadi, konsumsi energi akan turun. Konsumsi energi akan turun, berarti ada kemungkinan oversupply. Nah, itu yang menjadi menyebabkan kenapa harga minyak drop,” ujarnya.
Per hari ini, minyak mentah Brent untuk pengiriman Oktober naik 1,5% menjadi US$77,45 per barel pada pukul 9:00 pagi di Singapura. Pekan lalu, Brent menembus di atas US$80 per barel. Adapun, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September naik 1,7% menjadi US$74,20 per barel.
Namun, di sisi lain, penerimaan Indonesia dari sisi hulu migas juga bakal makin turun seiring dengan pelemahan harga minyak mentah dunia.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tercatat Rp251,4 triliun per Mei 2024, atau merosot 3,3% secara year on yea (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Untuk SDA Migas, Sri Mulyani menjelaskan hingga Mei 2024 telah terealisasi senilai Rp46 triliun atau berkontraksi 9,9% yang dipengaruhi penurunan lifting minyak dan gas. Besaran tersebut, dilaporkan setara dengan 41,8% dari target APBN 2024.
Belakangan ini, beberapa ekonom mulai mengeluarkan kewaspadaan terhadap potensi resesi di AS. Ekonom Goldman Sachs Group meningkatkan kemungkinan resesi AS tahun depan menjadi 25% dari sebelumnya 15%.
Namun, mereka mengatakan ada beberapa alasan untuk tidak terlalu khawatir tentang penurunan ekonomi bahkan setelah tingkat pengangguran naik.
"Kami terus melihat risiko resesi terbatas," kata ekonom Goldman yang dipimpin oleh Jan Hatzius dalam sebuah laporan kepada klien pada Minggu (4/8/2024), dikutip Bloomberg.
(dov/wdh)