Dilansir dari situs resmi Energy Information Agency (EIA), AS merupakan konsumen utama dari minyak –termasuk minyak mentah, semua jenis petroleum liquids, dan biofuel – yakni sebesar 20,01 juta barel per hari (bph) pada 2022. Konsumsi AS pada 2022 itu mencakup 20% total seluruh dunia.
Namun, kondisi harga minyak juga bakal tergantung apakah Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak Bumi atau OPEC+ bakal mengambil tindakan untuk mencegah penurunan lebih dalam, yakni dengan memangkas produksi minyak.
Menurut Moshe, OPEC+ juga bakal menyesuaikan volume produksi yang bakal dipangkas dengan kondisi ekonomi AS, di mana volume pemangkasan bakal makin besar bila kondisi AS makin memburuk.
Namun, keputusan dari OPEC+ tentu tidak bakal terjadi dengan cepat karena melibatkan banyak negara untuk menyetujui dan mendapatkan kesepakatan bersama ihwal besaran volume produksi yang bakal dipangkas.
Level Aman
Lebih lanjut, Moshe menjelaskan harga Brent yang bertengger pada level US$60/barel hingga US$70/barel masih termasuk kategori aman dan tidak akan mematikan industri minyak di AS.
“Industri minyak tidak akan mati dengan harga US$60/barel, dan kalau US$70/barel masih ada margin,” ujarnya.
Namun, Moshe menggarisbawahi pelaku industri lebih mementingkan stabilitas harga dibandingkan dengan kondisi volatilitas atau kondisi perubahan harga terjadi dengan cepat.
Apalagi, volatilitas bakal menimbulkan ketidakpastian dan membuat kalangan investor minyak menahan diri untuk melakukan ekspansi atau investasi. Sehingga, industri minyak tidak mengalami pertumbuhan.
“[Hal ini] karena oil and gas ini adalah bisnis jangka panjang, bukan bulanan, tetapi kita bicara tentang belasan tahun. Jadi yang kita lihat itu justru lebih stabil, seberapa stabil harga ini,” ujarnya.
Belakangan ini, beberapa ekonom mulai mengeluarkan kewaspadaan terhadap potensi resesi di AS. Ekonom Goldman Sachs Group meningkatkan kemungkinan resesi AS tahun depan menjadi 25% dari sebelumnya 15%.
Namun, mereka mengatakan ada beberapa alasan untuk tidak terlalu khawatir tentang penurunan ekonomi bahkan setelah tingkat pengangguran naik.
"Kami terus melihat risiko resesi terbatas," kata ekonom Goldman yang dipimpin oleh Jan Hatzius dalam sebuah laporan kepada klien pada Minggu (4/8/2024), dikutip Bloomberg.
(dov/wdh)