Untuk diketahui, smelter RKEF menghasilkan nickel pig iron (NPI) dan feronikel sebagai bahan baku komoditas besi dan baja nirkarat. Smelter nikel RKEF membutuhkan bijih nikel kadar tinggi (saprolite) sebagai bahan bakunya.
Sebelum Indonesia menerapkan larangan ekspor bijih nikel pada 1 Januari 2020, Jiangsu Delong memproses bijih nikel yang diimpor dari Filipina dan Indonesia menjadi feronikel dengan metode peleburan dan pemurnian dan memiliki kapasitas tahunan 1 juta ton besi nikel.
PSN Gunbuster
Jiangsu Delong mulai masuk dan memiliki unit bisnis di Indonesia, salah satunya PT Gunbuster Nickel Industry (GNI).
Saat meresmikan PT GNI di Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggarisbawahi perusahaan dari luar negeri memang tidak memiliki pilihan selain harus membangun industri di Indonesia untuk bisa memanfaatkan dan mengolah bijih nikel usai larangan ekspor tersebut.
Menyadur pernyataan dalam laman resmi perusahaan, GNI merupakan perusahaan pengolahan dan pemurnian atau smelter bijih nikel yang berdiri sejak 2019.
Tak pelak, proyek ini juga masuk dalam proyek strategis nasional (PSN) berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2021, yang tergabung dalam proyek bersama PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI).
Operasi PT GNI terletak di di Desa Bunta, Kecamatan Petasia Timur, Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah. Dengan menggunakan teknologi pirometalurgi atau RKEF, smelter GNI memiliki kapasitas produksi 1,9 juta NPI per tahun.
Selain itu, perusahaan menghasilkan produk feronikel yang kemudian diolah menjadi bahan baku yang digunakan untuk produksi baja nirkarat dan industri besi paduan nikel.
PT GNI juga berkolaborasi dengan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), yang merupakan anggota holding badan usaha milik negara (BUMN) sektor pertambangan, PT Mineral Industri Indonesia (MIND ID).
Kerja sama tersebut dilakukan dengan adanya perjanjian pendahuluan atau heads of agreement (HoA) kedua perusahaan dengan 1 perusahaan lain bernama Alchemist Metal Industry Pte Ltd pada Mei 2021, yakni untuk pengembangan bisnis smelter di kawasan Konawe Utara dan Morowali Utara.
Selain GNI, Jiangsu Delong juga memiliki 2 unit bisnis lainnya di Indonesia, yakni PT Obsidian Stainless Steel (OSS) dan PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.
Berdasarkan siaran pers Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, smelter PT GNI melengkapi lini produksi yang sebelumnya dilakukan di smelter PT OSS, yang merupakan smelter penghasil feronikel dengan kapasitas produksi 2,2 juta ton/tahun dan billet stainless steel dengan kapasitas produksi 3 juta ton/tahun.
Sementara itu, PT VDNI merupakan smelter penghasil feronikel dengan kapasitas produksi 1 juta ton/tahun.
Kemenko Ekonomi melaporkan PT OSS, PT VDNI, dan PT GNI secara total telah menggelontorkan investasi sebesar US$8 miliar (setara Rp129 triliun asumsi kurs saat ini), dengan penyerapan tenaga kerja lebih kurang 27 ribu orang.
Kiprah Tsingshan
Namun, Jiangsu Delong bukan merupakan satu-satunya perusahaan raksasa nikel dan baja nirkarat China yang ada di Indonesia, melainkan terdapat Tsingshan Holding Group Co Ltd, yang memproduksi dan mendistribusikan produk stainless steel.
Perusahaan ini memproduksi pengecoran baja nirkarat (stainless steel castings), batang baja (steel bars), kawat baja (steel wires), pelat baja (steel plates), dan produk lainnya. Tsingshan Holding Group mengekspor produknya ke Asia Tenggara, Eropa, Amerika Serikat, dan negara serta kawasan lainnya.
Grup tersebut didirikan pada medio 1980. Sejak awal berdiri, Tsingshan Group fokus pada pengolahan stainless steel.
Di Indonesia, Tsingshan memiliki unit bisnis PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS), di mana Tsingshan Holding Group Company Ltd menggenggam saham 50% dan Ruipu Technology Group Company Ltd sebesar 20%.
Kemudian, masing-masing 10% dimiliki oleh Tsingtuo Group Co Ltd dan Hanwa Company Ltd, dan investor asal Indonesia, yaitu PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).
Dalam operasinya, PT ITSS merupakan pemegang izin usaha industri (IUI) yang diterbitkan oleh Kemenperin sejak 2019, dan mendapatkan izin operasi hingga 2049.
Tshingshan Group sendiri merupakan perusahaan pelat merah China yang didirikan pada medio 1980. Sejak awal berdiri, Tsingshan Group fokus pada pengolahan baja tahan karat.
Selain ITSS, Tshingsap Group juga memiliki perusahaan lain yakni PT Sulawesi Mining Investment Indonesia, PT Guangqing Nickel Corporations Indonesia, PT Indonesia Ruipu Nichrome, PT Tsingshan Steel Indonesia dan PT Dein Baja Indonesia.
Secara keseluruhan, Tsingshan Group di Kawasan Industri Morowali ini juga mampu menghasilkan baja nirkarat hingga 3 juta ton, nickel pig iron (NPI) 2 juta ton, dan baja karbon 3,5 juta ton per tahun.
(dov/wdh)