Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta Ketua Bidang Manufaktur Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bobby Gafur Umar mengungkapkan kekhawatirannya terhadap prospek pertumbuhan ekonomi paruh kedua tahun ini, menyusul adanya kontraksi pada sektor industri manufaktur yang terefleksi dalam capaian Purchasing Managers' Index (PMI) S&P Global pada Juli.

Menurutnya, sektor ini diprediksi akan terus mengalami penurunan, terutama pada semester kedua tahun ini, di mana penurunan penjualan kendaraan bermotor menjadi salah satu indikator utamanya.

"Kalau dari sisi manufaktur itu kita melihat akan terus terjadi penurunan, dan ekonomi pada semester kedua kita belum bisa berharap banyak. Kita bisa lihat contohnya kayak Gaikindo [Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia] yang baru saja menurunkan target penjualan akhir tahun," jelas Bobby kepada Bloomberg Technoz, dikutip Senin (5/8/2024).

"Tadinya, penjualan mobil mencapai 1 juta unit, tetapi sekarang targetnya hanya sekitar 800.000-an. Sementara itu, penjualan motor yang biasanya mencapai 7 juta unit, kini diprediksi hanya sekitar 5 juta unit. Ini menunjukkan bahwa daya beli masyarakat, terutama kelas menengah bawah dan kelas bawah, makin menurun," sambungnya. 

Pekerja melakukan sentuhan akhir pada Toyota Avanza di area finishing pabrik perakitan PT Astra Daihatsu Motor./Bloomberg-Dadang Tri

Bobby juga menekankan, jika masyarakat tidak mampu membeli motor, mereka juga tidak akan membeli mobil atau rumah. Walhasil, pada paruh kedua tahun berjalan, tren penurunan daya beli masyarakat akan terus berlanjut. 

Untuk memitigasi risiko tersebut, Bobby mengusulkan agar daya beli masyarakat harus tetap ditingkatkan dengan cara menjaga pasar dalam negeri dari serbuan barang impor.

"Satu-satunya memang tetap meningkatkan daya beli dengan menjaga pasar dalam negeri dari serbuan barang impor dengan koordinasi antarlembaga pemerintah ini ke depan dengan pemerintah yang harus lebih cepat, dan sekali lagi, juga jangan buat kebijakan-kebijakan yang menambah biaya dalam memproduksi barang-barang manufaktur yang diproduksi di dalam negeri," tegasnya.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengestimasikan penurunan kinerja manufaktur Indonesia pada Juli 2024 masih akan terus berlanjut.

Menurutnya, PMI manufaktur Indonesia diperkirakan masih akan berada di sekitar angka 49 sampai 51 dalam 1—2 bulan ke depan, yang merupakan titik terendahnya.

Sekadar catatan, indeks PMI diukur dengan angka 50 sebagai penanda zona ekspansi. Bila di angka 50 atau di atasnya, maka aktivitas manufaktur masih ekspansif atau bertumbuh positif. Sebaliknya bila di bawah 50, artinya aktivitas turun atau terkontraksi (tumbuh negatif). Pada Juli, PMI Indonesia adalah 49,3.

Dia menilai dampak inflasi pangan dan kurangnya penciptaan lapangan kerja menjadi faktor yang menghambat pemulihan ekonomi. Walhasil, lambat laun akan terjadi penurunan daya beli masyarakat yang berujung pada sepinya pusat-pusat perbelanjaan dan menurunnya permintaan barang-barang industri.

Senada dengan Bobby, dia juga menilai bahwa produk-produk impor yang lebih murah turut menekan industri dalam negeri.

"Sehingga, tentu saja, barang-barang industri dalam negeri kita tidak bisa bersaing dengan produk luar yang masuk ke dalam [negeri], terlalu besar dan menghantam produk-produk kita dengan harga yang lebih murah. Saya kira ini runtutnya akan banyak," jelasnya.

Untuk diketahui, skor PMI Indonesia pada Juli merupakan yang terendah sejak Agustus 2021, ketika perekonomian Indonesia mati suri akibat Covid-19.

Adapun, berdasarkan catatan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat terjadi perlambatan 0,1 poin yakni 52,4 dibandingkan dengan Juni 2024. Perlambatan nilai IKI dipengaruhi oleh menurunnya nilai variabel pesanan baru dan masih terkontraksinya variabel produksi.

Nilai IKI variabel pesanan baru menurun 1,86 poin menjadi 52,92, sedangkan variabel produksi meningkat 2,45 poin menjadi 49,44 atau masih kontraksi. Selanjutnya, nilai IKI variabel persediaan produk meningkat 0,48 poin menjadi 55,53.

Sementara itu, hari ini, Badan Pusat Statistik (BPS)  mengumumkan produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada kuartal II-2024 adalah Rp 5.536,5 triliun atas dasar harga berlaku. Dengan demikian, ekonomi Tanah Air tumbuh 5,05% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Sementara itu, dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, ekonomi Indonesia tumbuh 3,79%. Pada semester I-2024, ekonomi tumbuh 5,08%.

Dilihat dari sumber pertumbuhan ekonomi, industri pengolahan atau manufaktur menjadi sumber terbesar, yakni sebesar 0,79% dari pertumbuhan ekonomi kuartal II-2024 yang sebesar 5,05%.

Namun, kontribusi ini lebih rendah dari kuartal I-2024 yang memberi sumbangan 0,86% dari pertumbuhan ekonomi periode tersebut yang 5,11%. Angka kontribusinya juga melemah dari 0,98% pada kuartal II-2023 dengan pertumbuhan ekonomi saat itu, 5,17%

(prc/wdh)

No more pages