Saham-saham yang menguat dan menjadi top gainers di antaranya PT Duta Anggada Realty Tbk (DART) yang melesat 34,7%, PT Sona Topas Tourism Industry Tbk (SONA) melonjak 23,8%, dan PT Campina Es Krim Tbk (CAMP) melejit 16,9%.
Sedangkan saham-saham yang melemah dan menjadi top losers antara lain PT Logindo Samudramakmur Tbk (LEAD) yang jatuh 15%, PT Argo Pantes Tbk (ARGO) ambruk 13,1%, dan PT MNC Sky Vision Tbk (MSKY) anjlok 13,1%.
Tidak hanya IHSG, seluruh indeks saham utama Asia juga terbenam di zona merah. Nikkei 225 (Tokyo) jadi yang paling parah dengan ambles mencapai 12,40%.
Disusul oleh Topix (Jepang) yang anjlok 12,23%, dan KOSPI (Korea Selatan) dengan kejatuhan 8,77%.
Tak hanya anjlok dalam, perdagangan kontrak berjangka Topix terjadi Trading Halt, dihentikan sementara selama 10 menit, sementara Bursa Saham Korea juga menghentikan sementara pesanan jual di Kospi setelah kontrak berjangka Kospi 200 anjlok lebih dari 5%.
Sementara, TW Weighted Index (Taiwan), KLCI (Malaysia), Straits Times (Singapura), Ho Chi Minh Stock Index (Vietnam), SETI (Thailand), PSEI (Filipina), Shenzhen Comp. (China), Shanghai Composite (China), Hang Seng (Hong Kong), dan CSI 300 (China), dengan kejatuhan index masing-masing 8,35%, 4,63%, 4,07%, 3,92%, 2,93%, 2,58%, 2,08%, 1,54%, 1,46%, dan 1,21%.
Dengan demikian, IHSG adalah indeks dengan pelemahan terdalam kedelapan di Asia, ada di antara deretan indeks saham Thailand, dan Filipina.
Penyebab Guncangan Besar di Bursa Saham Asia
Sentimen yang mewarnai laju Bursa Asia hari ini adalah datang dari regional, imbas keyakinan investor anjlok akibat lonjakan yen Jepang, kebijakan moneter yang lebih ketat, dan kekhawatiran yang lebih luas tentang perekonomian Amerika Serikat yang terseret ke tepi jurang resesi.
Seluruh 33 kelompok industri di index Topix telah jatuh sejak Bank of Japan (BOJ) menaikkan suku bunga pada 31 Juli, memicu lonjakan yen yang telah membayangi prospek pendapatan.
“Banyak orang yang telah lama melakukan perdagangan JPY (yen Jepang) yang lemah dan skenario soft landing dipaksa untuk bersantai,” kata Rafael Nemet-Nejat, Manajer Portofolio Senior di Jin Investment Management Pte Ltd, seperti yang diwartakan Bloomberg News.
“Pergerakan ini sangat ekstrim terutama dalam posisi long yang ramai,” tambahnya.
Sentimen sepanjang hari juga diperparah akibat meningkatnya kekhawatiran atas sikap behind the curve Bank Sentral Amerika Serikat (Federal Reserve/The Fed). Selain itu sentimen negatif semakin parah dengan bayangan kemerosotan ekonomi AS.
"Sentimen terhadap saham kemungkinan akan tetap rapuh untuk saat ini karena pasar kemungkinan akan terus memperdebatkan antara soft landing AS versus resesi, dengan laporan pasar tenaga kerja utama berikutnya dalam satu bulan," kata Chetan Seth, Ahli Strategi Ekuitas Asia-Pasifik di Nomura Holdings Inc.
Kekhawatiran akan hard landing di Amerika Serikat, negara ekonomi terbesar di dunia, menjadi penyebab pelaku pasar memasang mode Risk Off, menjauhi aset-aset berisiko, seperti halnya saham.
Data ekonomi di Negeri Paman Sam menunjukkan perlambatan yang amat dalam hingga menimbulkan kecemasan akan terjadinya resesi.
Pekan lalu, US Bureau of Labor Statistics melaporkan perekonomian AS hanya mampu menciptakan 114.000 lapangan kerja non-pertanian (Non-Farm Payroll). Ini menjadi yang terendah dalam 3 bulan. Sekaligus menjadi salah satu angka terlemah sejak pandemi.
Sementara tingkat pengangguran pada Juli tercatat melonjak ke 4,3%. Ini adalah yang tertinggi sejak Oktober 2021.
“Saya tidak mengira pasar saham akan sejatuh ini. Ini mungkin karena kekhawatiran bahwa ekonomi AS akan kolaps,” tegas Kiyoshi Ishigane, Chief Fund Manager di Mitsubishi UFJ Asset Management Co., seperti yang diwartakan Bloomberg News.
Mencermati lebih lanjut, Ekonom Goldman Sachs Group Inc dalam catatannya meningkatkan kemungkinan resesi AS tahun depan menjadi 25% dari sebelumnya 15%.
(fad/ain)