IHSG searah dengan Bursa Saham Asia yang didominasi warna merah pada sepanjang perdagangan hari ini.
Pada Senin (5/8/2024) pukul 13.55 WIB, index Nikkei 225 (Jepang) ambles 12,41% ke titik terendah sejak 2016, senada dengan Topix (Jepang) yang anjlok 12,22%, dan Kospi (Korea Selatan) terpangkas 8,77%.
Tak hanya anjlok dalam, perdagangan kontrak berjangka Topix dihentikan sementara selama mencapai 10 menit, terjadi Trading Halt, sementara Bursa Saham Korea juga menghentikan sementara pesanan jual untuk perdagangan program di Kospi setelah kontrak berjangka index Kospi 200 anjlok lebih dari 5%.
"Sentimen terhadap saham kemungkinan akan tetap rapuh untuk saat ini karena pasar kemungkinan akan terus memperdebatkan antara soft landing AS versus resesi, dengan laporan pasar tenaga kerja utama berikutnya dalam satu bulan," kata Chetan Seth, Ahli Strategi Ekuitas Asia-Pasifik di Nomura Holdings Inc., seperti yang diwartakan Bloomberg News.
Sementara di Jepang, Topix dan Nikkei 225 masing-masing turun lebih dari 8% karena keyakinan investor anjlok akibat lonjakan yen, kebijakan moneter yang lebih ketat, dan kekhawatiran yang lebih luas tentang perekonomian Amerika Serikat yang terseret ke jurang resesi.
Lantas, bagaimana dengan IHSG?
Trading Halt sendiri merupakan istilah yang mencerminkan kepada tindakan di mana perdagangan saham, termasuk index, dihentikan sementara waktu oleh Bursa atau otoritas terkait dalam perdagangan pasar.
Jika IHSG ambles hingga menyentuh batas tertentu, langkah dan tindakan ini akan diambil ketika diperlukan untuk menjaga stabilitas pasar, juga guna melindungi investor.
Peraturan terkait Trading Halt IHSG tercantum dalam Surat Perintah Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A OJK (Otoritas Jasa Keuangan) Nomor S-274/PM.21/2020, yang dikeluarkan pada tanggal 10 Maret 2020, kala pandemi Covid-19 menyerang. Surat tersebut menjelaskan tindakan yang akan diambil oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam situasi tertentu,
Sebagai informasi, Trading Halt 30 Menit akan terjadi. Jika IHSG mengalami penurunan lebih dari 5% dalam satu hari, perdagangan saham akan dihentikan selama 30 menit.
Sementara itu, Weighted Index (Taiwan) jatuh 8,35%, Straits Times (Singapura) minus 4,72%, KLCI (Malaysia) terjungkal 3,47%, dan PSEI (Filipina) ambrol 2,58%.
Kejatuhan bursa saham Asia hari ini sepertinya merupakan rambatan dari koreksi di Wall Street pada perdagangan sebelumnya. Kala itu, indeks S&P 500 anjlok 2,2% sementara Nasdaq 100 jatuh sedalam 2,3%.
Sentimen pada perdagangan hari ini utamanya datang dari global. Kekhawatiran akan hard landing di Amerika Serikat, negara ekonomi terbesar di dunia, menjadi penyebab pelaku pasar memasang mode risk off, menjauhi aset berisiko.
Data ekonomi di Negeri Paman Sam menunjukkan pemburukan sehingga menimbulkan kecemasan akan terjadinya resesi.
Pekan lalu, US Bureau of Labor Statistics melaporkan perekonomian AS hanya mampu menciptakan 114.000 lapangan kerja non-pertanian (Non-Farm Payroll). Ini menjadi yang terendah dalam 3 bulan. Sekaligus menjadi salah satu angka terlemah sejak pandemi.
Sementara tingkat pengangguran pada Juli tercatat melonjak ke 4,3%. Ini adalah yang tertinggi sejak Oktober 2021.
“Saya tidak mengira pasar saham akan sejatuh ini. Ini mungkin karena kekhawatiran bahwa ekonomi AS akan kolaps,” tegas Kiyoshi Ishigane, Chief Fund Manager di Mitsubishi UFJ Asset Management Co., seperti yang diwartakan Bloomberg News.
Sebagai informasi, ekonom Goldman Sachs Group Inc dalam catatannya meningkatkan kemungkinan resesi AS tahun depan menjadi 25% dari sebelumnya 15%.
(fad)